Mohon tunggu...
Dandy Dhytia
Dandy Dhytia Mohon Tunggu... Penulis - Kompasioner

Selamat Datang dan Selamat Membaca!

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Polemik terhadap Peraturan bagi Mantan Narapidana Korupsi yang Ikut "Nyaleg" Dalam Kontestasi Pemilu 2024

8 Januari 2024   21:00 Diperbarui: 13 Mei 2024   09:50 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Polemik mengenai melonggarnya persyaratan bagi para mantan narapidana korupsi untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif di Pemilu 2024 tentu saja menjadi perbincangan yang hangat di masyarakat luas. Sebab, peraturan yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dianggap menimbulkan kontroversi.

Peraturan tersebut ialah Pasal 11 Ayat (6) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 yang mengatur tentang syarat bakal calon anggota DPR hingga DPRD dan Pasal 18 Ayat (2) Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2023 yang mengatur tentang syarat bakal calon anggota DPD.

Dalam ketentuan kedua Peraturan KPU tersebut, diketahui bahwa mantan narapidana korupsi diperbolehkan dalam mencalonkan dirinya sebagai peserta pemilu legislatif dalam Kontestasi Pemilu 2024 tanpa harus melewati masa jeda waktu 5 tahun sepanjang vonis pengadilannya memuat pidana tambahan, yaitu pencabutan hak politik.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan bahwa kedua peraturan tersebut telah merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022 dan Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 12/PUU-XXI/2023 sebagai sumber hukum. Kemudian, dalam pembentukan PKPU juga telah menempuh prosedur uji publik, konsultasi kepada DPR selaku lembaga negara pembentuk undang - undang, pemerintah dalam forum Rapat Dengar Pendapat dan harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan Ham.

Mengutip pernyataan dari Indonesian Corruption Watch (ICW), terjadi kekeliruan penafsiran dari KPU mengenai syarat pencalonan bagi mantan narapidana korupsi dalam peserta pemilu legislatif. Disebutkan, bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi sama sekali tidak memuat pengecualian syarat berupa adanya pencabutan hak politik apabila mantan narapidana korupsi ingin maju sebagai calon anggota legislatif.

Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 87/PUU-XX/2022 dan Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 12/PUU-XXI/2023 menerangkan bahwa aturan Pasal 240 Ayat (1) huruf g dan Pasal 182 huruf g Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, telah bertentangan dengan Undang - Undang Dasar 1945, yang mengatur syarat - syarat menjadi calon anggota legistlatif, dimana dalam hal ini adalah mantan narapidana korupsi. Sebagaimana hal tersebut tertuang dalam poin - poin sebagai berikut :

  • tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa;
  • bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana; dan
  • bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.

Dalam amar putusan tersebut, dijelaskan bahwa Mahkamah Konstitusi mewajibkan bagi mantan narapidana korupsi untuk melewati masa jeda selama 5 tahun terlebih dahulu sebelum diperkenankan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif tanpa ada pengecualian apapun, termasuk pencabutan hak politik yang dalam hal ini adalah hak untuk dipilih.

Mahkamah Konstitusi berpandangan bahwa adanya penormaan jangka waktu 5 tahun setelah mantan narapidana menjalani hukuman pidana pokok merupakan suatu kesempatan bagi mantan terpidana korupsi untuk mawas diri atas segala perbuatannya yang merugikan sekaligus menyalahgunakan kepercayaan publik. Mengingat, korupsi adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang dilandasi dari adanya perbuatan penyalahgunaan kekuasaan untuk mencapai kepentingan pribadi.

Maka dari itu, sangat penting diberlakukannya persyaratan yang ketat untuk menyaring para calon legislatif demi mengantisipasi terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh para legislator yang terpilih dari hasil pemilu dan juga mencegah terciptanya kebijakan publik dan produk legislasi yang koruptif.

PENCABUTAN PERATURAN

Melihat adanya anomali peraturan yang dibuat oleh KPU menjadikan Indonesian Corruption Watch (ICW), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan dua mantan pimpinan KPK seperti Saut Situmorang dan Abraham Samad mengajukan permohonan uji materil terhadap Pasal 11 Ayat (6) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 dan Pasal 18 Ayat (2) Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2023 ke Mahkamah Agung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun