KARANGANYAR–Memangnya iya kalau perubahan iklim bisa pengaruh ke durian? Selamat datang di kaki Gunung Lawu. Tempat yang sudah digunakan, paling tidak sebagai rumah ibadah, sejak masa akhir Majapahit. Warga hidup makmur dari pertanian dan pariwisata, termasuk durian, hingga menyelenggarakan festival yang dihadiri konsumen dari berbagai provinsi di Indonesia. Tapi itu cerita lama, sedangkan sekarang petani mengalami sulit panen!
Durian di Kaki Gunung
Saya tidak akan menceritakan soal buah maja apalagi yang pahit, walau buah ini juga pahit. Buah yang memiliki cita rasa manis-pahit beralkohol tersebut mengundang banyak pengunjung ke desa. Festival tidak sepenuhnya berisi pesta, namun juga kekecewaan dari mereka yang kehabisan durian.
Kejadian ini tepatnya di Desa Nglegok (e pada lele), Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Hidup masyarakat yang mayoritas merupakan petani, dengan hasil durian, beras, dan jambu, ditambah getah karet, sangat bergantung pada musim apalagi iklim.
“Durian di sini terkenal enak, mas. Tapi ya itu, harganya mahal!” Ucap Sukardi, ketua RT.03/RW.03 Dusun Dali, Nglegok. Sukardi sendiri memiliki beberapa pohon durian dan bibitnya.
Nglegok menjadi salah satu desa yang memiliki potensi durian. Nglegok juga memiliki wisata yang relatif lebih sedikit. Jadi bisa dibilang bahwa potensi Nglegok hampir sepenuhnya bertumpu pada pertanian.
Buah ini mungkin banyak dibenci orang, tapi bagi anda yang suka dengan durian dan masih acuh tak acuh dengan isu perubahan iklim, Anda semua saya ajak memikirkannya dari durian.
Iklim Terganggu, Duren Bisa Gagal