Lantas ibu itu menyodorkan selembar kertas blanko surat pernyataan yang harus aku tandatangani. Pada intinya meskipun sudah melakukan pelunasan namun bagi calon jemaah haji cadangan belum tentu bisa berangkat jika tidak ada kekosongan porsi. Artinya harus tetap menunggu adanya kekosongan porsi haji yang gagal berangkat.
Ya, status cadangan itu ternyata belum pasti berangkat. Ia bisa berangkat tahun ini jika ada kuota kosong. Sebaliknya jika tidak ada kekosongan, akan ditunda keberangkatannya hingga tahun berikutnya.
Tiba-tiba terdengar suara riuh air hujan menerpa jendela kaca, hentakannya sedikit mempengaruhi emosiku, menyurutkan semangatku.
"Ah ! Tidak boleh, ya tidak boleh hilang semangat. Harapan itu masih ada. Ini undangan yang paling berharga dibandingkan undangan apa pun. Aku harus tetap semangat dan tawakal."Â Ucap batinku menyemangati perasaan yang mengendor.
"Terus berdo'a saja ya pak, semoga bisa terbawa berangkat pada musim haji tahun ini."Â Seperti membaca kata hatiku, ibu itu mencoba menenangkan kegundahanku.
"Baik bu, terimakasih pencerahannya."Â Jawabku.
"Bapak mau ikut bimbingan di KBIHU mana ? KBIHU di Bandung banyak, bapak bisa memilih sendiri yang paling sesuai. Atau mau mandiri saja ? Lalu untuk periksa kesehatan, bisa langsung ke Puskesmas ya pak. Tunjukkan surat panggilannya."Â Tandasnya.
Terpesona dengan kelembutan suaranya, semangatku tegak kembali. Aku hanya mengangguk sambil mohon diri meninggalkan ruangan itu. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H