Mohon tunggu...
Dandung Nurhono
Dandung Nurhono Mohon Tunggu... Petani - Petani kopi dan literasi

Menulis prosa dan artikel lainnya. Terakhir menyusun buku Nyukcruk Galur BATAN Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Irin Menjadi Monumen Pengingat

19 Oktober 2023   08:00 Diperbarui: 19 Oktober 2023   11:42 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: wallpaperbetter.com

Tepat pukul 03.00 pagi, bus yang dinaiki Marta tiba di terminal. Begitu turun dari bus, dapat dihitung penumpang yang turun, tidak lebih dari empat orang.

Mereka bergegas menuju pintu keluar, kecuali Marta. Ia berjalan agak ke dalam, disambut bau pesing yang menyengat menerobos masuk lubang hidung hingga ke langit-langit tenggorokan. Karena bau itu, Marta yakin dirinya telah memasuki area terminal.

Di terminal, orang-orang tertidur pulas terbius temaram cahaya rembulan. Lampu-lampu penerangan terminal pun telah lelah bersinar, membuat suasana semakin tampak murung.

Dingin menggerayangi seluruh tubuh, bahkan menyusup hingga ke tulang sumsum. Marta memasukkan tangannya ke dalam saku jaket untuk sedikit mencari kehangatan, dan duduk di bangku kayu panjang koridor terminal. Ia menggeliat, meluruskan kedua kakinya, meregangkan otot-otot tubuhnya, sambil memperhatikan sekeliling.

Kios-kios tidak satu pun terlihat terbuka, pedagang asongan ada satu dua yang menawarkan dagangannya kepada orang yang baru datang, sekedar menawarkan air mineral atau rokok.

Tidak banyak orang lalu lalang mencari tempat duduk atau hanya jalan-jalan mencari angin. Selebihnya orang banyak yang tertidur pulas berselimut seadanya, ada juga yang melipat tubuh untuk mengurangi rasa dingin. Sesekali terlihat tikus mengendus-endus kardus atau plastik bekas.

Baca juga: Warung Kopi Rujinah

Tiba-tiba ada sosok yang menarik perhatian Marta. Dia bergerak seperti sedang mengendap-endap. Punggungnya menyembul ke atas melengkung mirip punggung Unta. Kakinya kurus, langkahnya kecil-kecil, namun gerakannya cepat.

Seolah ada tenaga yang sangat besar mendorong Marta segera berdiri, dan menghampiri sosok itu. “Hei, mau ke mana ?” panggil Marta.

Baca juga: Kloter Terakhir

Sosok itu adalah seorang anak, dia berhenti dan menoleh. Nyaris berhenti detak jantung Marta ketika bertatap muka dengannya, wajah tampak menyerinyai perlihatkan gigi-giginya. Tapi mungkin saja bukan menyeringai, sebenarnya dia tersenyum.

Untung ada sorot lampu terminal, meski tidak begitu terang namun cukup memperjelas detil wajah anak itu. Bibirnya lebar dan tebal, tidak henti-hentinya mengeluarkan liur. Gigi yang besar-besar tumbuh karehol dan kekuningan. Rambut gimbal serupa kulit domba. Sudut-sudut matanya penuh kotoran yang menempel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun