Mohon tunggu...
Dandung Nurhono
Dandung Nurhono Mohon Tunggu... Petani - Petani kopi dan literasi

Menulis prosa dan artikel lainnya. Terakhir menyusun buku Nyukcruk Galur BATAN Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Desaku, Aku, dan Pikiran Nyleneh

28 September 2023   06:30 Diperbarui: 28 September 2023   06:35 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
| Sumber: jogja.solopos.com

Semburat sinar mentari mulai menghangat, pertanda tidak lama lagi cahayanya akan memantul pada lereng-lereng barisan bukit padas yang angkuh menatap daun-daun kering yang berguguran. Panasnya menyebar menyirami seluruh permukaan bumi tegalan.

Langit di atas kepala, di seluas bentang cakrawala, tetap tampak biru memesona. Kadang-kadang perlahan embusan angin datang semilir, merebahkan rumput ilalang kering, menidurkan ranting-ranting kering.

Di pinggir-pinggir tegalan, pucuk dedaunan perdu, tidak tampak kemilau embun. Betapa kekeringan itu tampak sangat nyata, menyajikan lekuk liku tulang-tulang tubuh desaku.

Sudah suratan takdir, aku dilahirkan di sebuah desa yang tandus, jauh dari gemerlap kota yang tidak pernah tidur. Kulitku hitam kasar, serupa permukaan lempeng baja yang tak mempan diiris keris pusaka sekali pun.

Baca juga: Warung Kopi Rujinah

Telapak kakiku besar dan lebar, mengisyaratkan ketangguhan dan kekuatan. Selalu menopang badanku wira-wiri menapaki perjalanan kehidupan, menghadapi tantangan kebutuhan yang tidak ringan.

Melalui tanah gersang, bukit padas yang menjulang kekar, setapak jalanan yang mengular penuh sisik tajam. Belum lagi kekeringan menghimpit menjepit kehidupan warga desaku, yang sebagian besar menggantungkan hidupnya dari bertani tadah hujan.

Itulah gambaran desaku, terletak di kaki gunung batu padas yang meranggas.

***

Air sepertinya enggan singgah. Untuk masak dan minum, air bersih hanya bisa diperoleh dari belik di dasar sungai, harus dijangkau dengan menuruni tebing sungai yang tingginya puluhan meter. Biasanya bapakku pagi-pagi atau sore hari ngangsu air belik, membawa dua jeriken air ukuran sedang.

Baca juga: Kloter Terakhir

Jika siang hari udara akan sangat panas, cepat memeras keringat, tenaga pun cepat terkuras.

Pulangnya, bapak memikul dua jeriken penuh air, sambil diayun-ayun ke kiri dan ke kanan. Katanya, agar beban pikulan menjadi ringan. Gentong menjadi tempat menampung air bersih dari belik. Di musim kemarau, hanya panas yang ada dimana-mana, menjadikan tanah-tanah tegalan nelo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun