Mohon tunggu...
Dandung Nurhono
Dandung Nurhono Mohon Tunggu... Petani - Petani kopi dan literasi

Menulis prosa dan artikel lainnya. Terakhir menyusun buku Nyukcruk Galur BATAN Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Ramadhan: Kesempatan Bisnis dengan Allah

6 April 2023   08:10 Diperbarui: 6 April 2023   08:42 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warung Bajigur Tenan | Foto: Adam S.A. (Dok. pribadi)

Jika Anda ditawari untuk menjadi mitra bisnis yang dapat mendatangkan keuntungan yang banyak, tentu tidak akan menolak.  Itu masuk akal. Siapa orangnya yang mau berbisnis tapi merugi ? Semua orang juga tidak ada yang mau. Sebab, manusia itu makhluk ekonomi (homo economicus), sehingga dia akan selalu berperan sebagai pelaku ekonomi yang aktif.

Demikian pula dalam segala aktivitas kehidupannya, seperti ada otomatisasi pertimbangan untung-rugi dalam kalkulasi ekonomi. Pada akhirnya, sebuah aktivitas akan dianggap bermanfaat jika di dalamnya bisa mendatangkan keuntungan ekonomi (uang). Lalu pelakunya, orangnya, bakal dianggap sebagai figur yang berhasil, jika dalam lahiriahnya mampu mengumpulkan materi yang banyak.

Memang, manusia tidak bisa lepas dengan materi dan juga nafsu. Antara materi dan nafsu, persahabatan mereka sangat akrab. Materi diciptakan dengan karakter yang “aduhai”, sedang nafsu diciptakan dengan karakter yang mudah tertarik kepada yang “aduhai”.

Allah SWT berfirman, “Dijadikan indah dalam pandangan manusia kecintaan pada apa-apa yang dia ingini ialah: wanita-wanita, anak-anak, dan harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik.” (QS. Ali Imran: 14). Dengan karakternya itu, di mana ada kesenangan materi di situ pula nafsu menguntitnya.

Keterpikatan nafsu terhadap materi, bisa jadi permanen di hati manusia, jika sudah begitu ia akan menggeret manusia dalam pola hidup yang hanya memuaskan hawa nafsu. Akibatnya, manusia mencari materi tidak lagi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tapi lebih kepada memenuhi keinginan hidupnya.

Di situlah manusia mulai terjebak dalam paham individualisme. Dia mulai menjadi raja atas dirinya sendiri, Maha Raja di atas dirinya menjadi tidak lagi ada. Dia hanya tahu eksistensi dirinya sendiri yang sebenarnya nisbi, serta mengabaikan eksistensi Allah SWT yang sesungguhnya mutlak.

Lalu dalam batinnya timbul rasa tidak aman (insecurity feeling), sehingga bersikap sangat protektif terhadap lingkungan sekitarnya. Untuk mempertahankan eksistensinya, mulailah dia menciptakan power sebesar-besarnya demi memenuhi keinginannya. Prakteknya dengan memberlakukan persaingan yang tidak sehat disertai dengan tekanan-tekanan yang dipaksakan. Kenapa? Karena dia harus menang. Pada gilirannya, lahirlah sosok manusia yang berkonflik.

Apakah dengan mencari materi manusia akan selalu berkonflik ? Tentu tidak. Kita perhatikan kembali kalimat terakhir dari ayat di atas “...dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik.” Jadi sebenarnya materi yang telah disediakan oleh Allah untuk manusia itu bukan untuk dijadikan sebagai alat berkonflik, tapi justru sebaliknya untuk dijadikan sebagai alat intensifikasi bagi manusia dalam menghadapkan wajah dan hatinya hanya ke hadirat Allah SWT.

Itulah sebabnya Rasulullah SAW pernah berwasiat, “Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku khawatir atas kamu, tetapi aku mengkhawatirkan atas kamu jika dibentangkan dunia untuk kamu sebagaimana yang pernah dibentangkan bagi orang-orang terdahulu sebelum kamu. Lantas kamu berlomba memperebutkannya, lalu membinasakan kamu sebagaimana dahulu telah membinasakan mereka.” (HR. Bukhari).

Wasiat tersebut bukan doktrin larangan mencari materi sebanyak-banyaknya, juga bukan indikasi pantangan untuk semangat mengumpulkan harta atau uang. Tepatnya, itu anjuran untuk menentukan sikap terhadap materi yang diperoleh, yaitu dengan sikap “pemurah”. Sifat pemurah akan mencerminkan sikap batin yang sehat dan akhlak yang terpuji, disamping dapat mendatangkan berkah. “Harta itu hijau, sedap dipandang mata, lagi manis. Siapa yang mengambil dengan hati pemurah, Allah akan memberinya berkah. Dan siapa yang mengambilnya dengan hati loba dan tama’, tidak akan peroleh berkah.” (HR. Bukhari).

Adalah Allah SWT, Dzat Yang Maha Mengetahui segala yang nyata maupun yang ghaib, pun kalkulasi ekonomi manusia. Dengan bahasa manusia, Allah SWT menawarkan bisnis yang tidak mendatangkan kerugian, bahkan dijanjikan keuntungan, duniawi hingga ukhrowi bagi manusia. (QS. Ash Shaff: 10 -13).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun