TAPERA Inisiatif Pemerintah Untuk Masyarakat
Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) adalah inisiatif pemerintah yang bertujuan untuk membantu masyarakat mendapatkan rumah layak huni melalui mekanisme tabungan kolektif. Program ini didasarkan pada Undang-Undang No. 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Dana yang dikumpulkan dikelola oleh BP-TAPERA (Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat) dan digunakan untuk menyediakan pembiayaan perumahan bagi peserta yang membutuhkan.
Tujuan?
Tujuan utama Tapera adalah untuk mengurangi backlog perumahan yang tinggi di Indonesia. Dengan pertumbuhan populasi yang terus meningkat dan kebutuhan perumahan yang semakin besar, program ini diharapkan menjadi solusi jangka panjang untuk memastikan setiap warga negara memiliki akses ke hunian yang layak.
Mekanisme
Mekanisme kerja Tapera mengharuskan pekerja, baik dari sektor formal maupun informal, untuk menyisihkan sebagian penghasilan mereka ke dalam dana tabungan perumahan. Kontribusi ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji untuk pekerja formal, dengan pembagian 2,5 persen dari pekerja dan 0,5 persen dari pemberi kerja. Untuk pekerja mandiri atau informal (Juanda, 2024), kontribusi dilakukan secara mandiri berdasarkan penghasilan yang diterima.
Dana yang terkumpul dikelola oleh BP Tapera dan digunakan untuk memberikan pembiayaan perumahan dengan bunga rendah kepada peserta yang memenuhi syarat. Setelah masa kerja berakhir atau saat pensiun, peserta dapat menarik dana yang telah disimpan beserta hasil pengembangannya
Polemik Masyarakat
Meskipun kebijakan ini tampak menjanjikan, Tapera tidak lepas dari berbagai protes dan kontroversi. Berikut beberapa alasan utama saya menolak adanya program Tapera.
Beban finansial tambahan
Banyak pekerja mengeluhkan bahwa kontribusi Tapera menjadi beban finansial tambahan di tengah kondisi ekonomi yang tidak stabil. Dengan adanya potongan sebesar 2,5 persen dari gaji, beberapa pekerja merasa penghasilan mereka berkurang secara signifikan, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah.
Keraguan terhadap pengelolaan dana
Kepercayaan publik terhadap pengelolaan dana sering kali diragukan. Beberapa kalangan khawatir bahwa dana Tapera tidak akan dikelola dengan baik dan transparan, mengingat pengalaman sebelumnya dengan penyalahgunaan dana pada beberapa program serupa seperti kasus korupsi dana BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) dan pengelolaan dana haji yang kurang transparan.
Keterlibatan pekerja informal
mengharuskan mereka untuk berkontribusi secara mandiri, yang menimbulkan tantangan tersendiri. Kelompok ini biasanya memiliki penghasilan yang tidak tetap dan kurang stabil, sehingga sulit bagi mereka untuk memberikan kontribusi secara rutin.Selain itu, mekanisme pemantauan dan pengumpulan dana dari pekerja informal juga dianggap belum jelas
Kepastian Kebijakan
Kebijakan Tapera perlu memastikan bahwa kontribusi tidak dikenakan kepada pekerja yang sudah memiliki rumah. Langkah ini penting untuk menghindari ketidakadilan dan beban tambahan yang tidak diperlukan bagi mereka yang sudah memiliki tempat tinggal. Dengan begitu, program ini dapat lebih tepat sasaran dan efektif dalam membantu mereka yang benar-benar membutuhkan bantuan.
Mengapa tidak PERUMNAS atau BTN?
Mengapa pemerintah tidak meniru atau mengembangkan kembali kebijakan perumahan yang pernah sukses di era Orde Baru, seperti Perumnas (Perumahan Nasional) atau kemitraan dengan BTN (Bank Tabungan Negara) untuk mendukung Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).Â
Kebijakan-kebijakan tersebut terbukti efektif dalam menyediakan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Misalnya, kemitraan dengan BTN telah banyak membantu MBR mendapatkan pembiayaan rumah dengan skema yang lebih mudah dan terjangkau.