Mohon tunggu...
Dandi M S.S.M.
Dandi M S.S.M. Mohon Tunggu... Konsultan - Pembaca

Hi warga Kompasiana, nama saya Dandi Mailana Saputra.,S.M. Full time Business Part time Blogger Kegiatan saya dapat kalian kunjungi di instagram @dandi_m_s

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Saling Sukses Baru Menikah? Child Free? Dilema Anak Muda Sebelum Menikah

19 November 2023   16:00 Diperbarui: 19 November 2023   16:04 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Menikah adalah suatu ikatan hubungan antara 2 orang. Jika ditarik ke atas, menikah melibatkan agama, keluarga, hukum, adat, budaya, ekonomi dan sebagainya. Bahkan dalam sistem kenegaraan kita, ikatan ini diatur dalam undang-undang tersendiri yaitu undang-undang perkawinan. Bahkan di beberapa daerah adat, pernikahan harus melalui banyak rintangan sebelum ikatan suci diucapkan.

Tak jarang, sebelum ikatan pernikahan atau perkawinan terjadi banyak pergolakan. Mulai dari permintaan keluarga besar yang menginginkan di-pestakan secara meriah, syarat uang pembayaran kepada keluarga, maupun komitmen ketika sudah berkeluarga nanti. Nyatanya tidak semua keluarga menginginkan adanya pesta pernikahan ini yang menimbulkan adanya gesekan antara 2 keluarga besar.

Termasuk ada syarat dari keluarga ataupun dari pemimpin adat untuk membayar sejumlah mahar atau harta lain sebagai ganti pembayaran kepada pihak keluarga. Seperti pada masyarakat minang yang mana keluarga pria dapat meminta sejumlah uang atau harta lain kepada keluarga wanita. Sedangkan masyarakat Bugis mensyaratkan sebaliknya, mempelai pria yang harus membayar sejumlah uang untuk keluarga wanita.

Kendala-kendala tersebut juga penyebab dari kegagalan beberapa pasangan untuk melangkah pada jenjang perkawinan. Sedangkan dalam agama biasanya tidak menyulitkan 2 insan manusia untuk berkeluarga. Salah satunya agama islam yang hanya membutuhkan seperangkat ijab kabul yang meliputi saksi, mas kawin, dan wali. Dalam hal ini mas kawin pun dapat berupa ayat Al qur'an. Bahkan wali yang berasal dari orang tua mempelai wanita dapat digantikan oleh saudara kandung atau wali hakim jika orang tua mempelai wanita tidak dapat menjalankan tugasnya.

Bagi agama nasrani bahkan tidak mengenal istilah cerai atau pisah kecuali Tuhan yang memisahkan. Sedangkan di agama islam jika perceraian terjadi maka perbuatan itu di benci Allah S.W.T atau Tuhan. Dalam hal tersebut, dapat dikatakan bahwa agama mempermudah perkawinan namun mempersulit perpisahan.

Selanjutnya, dalam era digital atau kaum gen Z dan millenial. Komitmen menjadi kendala yang dapat menyebabkan diskusi panjang. Para kaum muda ini, bahkan sudah jauh memikirkan hidup di hari tua bahkan sebelum ikatan pernikahan terjadi. Ini menjadi baik dalam mempersiapkan segalanya termasuk kemungkinan-kemungkinan buruk yang sewaktu-waktu dapat terjadi.

Beberapa pasangan muda sibuk dengan komitmen mengenai anak. Mungkin para kaum tua/Baby boomer dan gen X tidak memiliki diskusi khusus mengenai calon anak mereka nanti. Namun kaum millenial dan gen z diperkenalkan dengan istilah child free atau tanpa anak. Mereka takut memiliki anak jika merasa dirinya belum cocok menjadi orang tua. Mereka seolah-olah merasa terbebani jika anaknya nanti mengalami kegagalan maupun traumatik yang disebabkan oleh hubungan perkawinan orang tuanya. Namun komitmen apapun yang diambil tentu harus lahir akibat kesepakatan bersama.

Sebagian kaum muda lainnya sudah merencanakan akan tinggal dimana. Tentu banyak aspek yang dipertimbangkan terutama sosial pada ruang lingkup yang akan dipilih. Bahkan banyak pasangan yang telah membuat tabungan bersama untuk membeli hunian mereka jika sudah menikah nanti.

Selanjutnya adalah mengenai prinsip baru bagi kaum muda ini "Sama-sama Sukses Baru Menikah".

Dalam hal tersebut mungkin bukan hal yang tabu bagi kaum muda, namun tabu bagi kaum tua. Mungkin zaman dulu banyak pasangan yang tumbuh bersama. Bahkan banyak perantau yang masih " Struggle " Namun mereka mengikatkan diri dalam hubungan perkawinan. Sebagai contoh orang tua penulis, ayah dan ibu penulis menikah ketika sudah hidup di perantauan. 

Mereka menikah kala umurnya menginjak 23 tahun. Bahkan saat itu orang tua penulis tidak memiliki hunian. Mereka hanya tinggal dari satu asrama ke asrama, dari kontrakan ke kontrakan. Namun karena mereka telah hidup bahagia bersama tidak terlalu pusing memikirkan kendala yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun