Disini saya akan memberikan gambaran model dan karakter pendidikan dari 1.0 sampai 5.0, agar kita bisa melihat bagaimana sistem pendidikan kita sangat jauh tertingga jauh dalam dunia pendidikan yang semestinya, diantaranya yaitu:
- Pendidikan 0.1: Sistem Pendidikan Tradisional
- Metode Pengajaran: Berbasis pada pengajaran konvensional di ruang kelas dengan pendekatan satu arah dari guru ke siswa.
- Kurikulum: Kurikulum yang kaku, sering kali berfokus pada mata pelajaran akademis dasar seperti matematika, bahasa, dan ilmu pengetahuan.
- Penilaian: Penilaian sering kali berbasis ujian dan tes standar yang menilai hafalan dan pemahaman fakta.
- Teknologi: Minim atau tidak ada penggunaan teknologi. Alat bantu pendidikan terbatas pada buku teks dan papan tulis.
- Fokus Pengajaran: Mengutamakan pengetahuan akademik dan keterampilan dasar dengan sedikit perhatian pada keterampilan praktis atau keterampilan sosial.
- Pendidikan 0.2: Sistem Pendidikan Modern dengan Integrasi Teknologi
- Â
- Metode Pengajaran: Menerapkan teknologi dasar seperti komputer dan proyektor untuk mendukung pengajaran. Pendekatan pengajaran mulai mengadopsi metode yang lebih interaktif dan berbasis pada pemecahan masalah.
- Kurikulum: Kurikulum mulai diperbarui untuk mencakup keterampilan teknologi dasar dan literasi digital. Penekanan pada keterampilan praktis seperti keterampilan komunikasi dan kerja tim mulai diperkenalkan.
- Penilaian: Penilaian mulai mencakup proyek dan tugas berbasis teknologi serta penilaian formatif untuk mengukur pemahaman dan keterampilan aplikasi.
- Teknologi: Penggunaan teknologi mulai lebih umum, komputer dan perangkat lunak pendidikan digunakan dalam proses belajar.
- Fokus: Memperluas fokus untuk mencakup keterampilan abad ke-21 seperti literasi digital dan keterampilan kolaboratif.
- Pendidikan 0.3: Pendidikan Berbasis Teknologi Digital
- Â
- Metode Pengajaran: Pendekatan pembelajaran yang lebih berfokus pada teknologi digital seperti e-learning, blended learning (pembelajaran campuran), dan flipped classroom (kelas terbalik).
- Kurikulum: Kurikulum lebih fleksibel dan sering kali berbasis proyek atau kompetensi. Fokus pada pengembangan keterampilan praktis dan kreativitas, dengan integrasi teknologi dalam setiap aspek pembelajaran.
- Penilaian: Penilaian yang lebih berbasis pada keterampilan praktis dan pemecahan masalah. Penggunaan alat penilaian digital seperti kuis online dan penilaian berbasis proyek.
- Teknologi: Teknologi canggih seperti perangkat mobile, aplikasi pendidikan, dan platform pembelajaran online menjadi bagian integral dari proses pendidikan.
- Fokus: Penekanan pada pengembangan keterampilan abad ke-21 dan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi.
- Pendidikan 0.4: Pendidikan Personalisasi dan Data-Driven
- Metode Pengajaran: Pembelajaran dipersonalisasi menggunakan data dan analitik untuk menyesuaikan metode pengajaran dengan kebutuhan individu siswa. Penggunaan AI dan pembelajaran mesin untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan siswa.
- Kurikulum: Kurikulum sangat adaptif dan didorong oleh data yang menunjukkan area kekuatan dan kebutuhan perbaikan siswa. Penekanan pada pembelajaran berbasis kompetensi dan pengembangan keterampilan yang relevan dengan pasar kerja.
- Penilaian: Penilaian berbasis data yang terus-menerus, dengan feedback real-time untuk siswa dan guru. Penilaian adaptif yang disesuaikan dengan perkembangan siswa.
- Teknologi: Integrasi teknologi yang mendalam dengan penggunaan alat AI, data analitik, dan platform pembelajaran yang sangat adaptif.
- Fokus: Fokus pada individualisasi pengalaman belajar untuk setiap siswa dan pemanfaatan data untuk menginformasikan keputusan pendidikan.
- Pendidikan 0.5: Pendidikan Terintegrasi dan Global
- Â
- Metode Pengajaran: Pembelajaran yang sangat terintegrasi dengan konteks global, menggunakan teknologi canggih seperti VR/AR (realitas virtual/augmented) untuk pengalaman belajar immersif. Pendekatan kolaboratif dengan sekolah dan institusi internasional.
- Kurikulum: Kurikulum dirancang untuk mencakup perspektif global, dengan penekanan pada keterampilan lintas budaya dan pemahaman global. Fokus pada masalah global dan keterampilan yang diperlukan untuk bekerja di pasar global.
- Penilaian: Penilaian yang lebih komprehensif, melibatkan kolaborasi internasional dan proyek global. Penilaian berbasis portofolio dan evaluasi lintas negara.
- Teknologi: Penggunaan teknologi terbaru dan inovatif seperti AI, blockchain untuk sertifikasi pendidikan, dan konektivitas global yang memungkinkan pembelajaran lintas batas.
- Fokus: Menyiapkan siswa untuk beroperasi secara efektif di dunia yang saling terhubung dan multikultural, dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk tantangan global.
Bayangkan oleh kita, betapa jauhnya ketertinggalan pendidikan di Indonesia, di mana kita seharusnya sudah memasuki model pendidikan 0.5 yang mengedepankan kreativitas siswa dan bahkan disini kita akan temukan kontribusi guru itu hanya sedikit, di mana guru hanya mengawasi dan menyiapkan instrumen pembelajaran saja. Bahkan dalam perkembangan zaman dan perubahan sosial bersama teknologi ini akan merubah karakter seorang murid. Ambil contoh murid kelahiran 80-an akan berbeda dengan murid yang kelahiran 90-an dan 2000, berarti dalam dunia pendidikan kita harus terus mengikuti zaman, ini selaras dengan perkataan sayyidina Ali Bin Abi Thalib yang mengatakan didiklah anakmu sesuai dengan zamannya.
Selain permasalahan di atas, kita mempunyai permasalahan pada generasi yang mengalami dekadensi moral disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama adalah krisis pendidikan, sebenarnya argumentasi ini harus kita pertanyakan apakah hancurnya moral para generasi muda pada saat ini disebabkan oleh sistem pendidikan yang kurang baik? atau disebabkan oleh hal-hal yang lain. Penulis disini berasumsi bahwa terjadi perubahan tersebut bukan hanya disebabkan oleh krisis pendidikan saja, melainkan oleh faktor-faktor yang lain, diantaranya kemajuan teknologi dan media sosial, krisis kesehatan mental, perubahan sosial dan ekonomi, krisis identitas dan nilai, serta masalah kesehatan dan lingkungan.
Kita harus mengakui adanya krisis pendidikan, kita mengakui bersama bahwa negara kita memang sedang di fase krisis pendidikan, sebagaimana yang telah disinggung diatas, di mana kita mengalami keterlambatan atau bisa dikatakan ketertinggalan dalam mengupdate model pendidikan yang pada akhirnya kita mengajarkan model pendidikan yang sudah usang. Kurikulum yang ketinggalan yang tidak sesuai dengan kebutuhan zaman modern pada akhirnya menimbulkan ketidaksiapan para generasi kita dalam menghadapi perubahan zaman ini. Bahkan dalam sistem mengajar pun masih banyak yang tidak sesuai dengan kemampuan anak, di mana anak mengalami perkembangan yang begitu pesat, sedangkan guru tetap mempertahankan metode pendidikan yang telah usang, tentu ini mengakibatkan ketidak sinkronan dengan apa yang kita hadapi saat ini. Pada akhirnya, semua ini hanya akan menyebabkan ketimpangan dalam kemajuan sosial dan ekonomi terhadap kemampuan anak, tentu pada akhirnya juga akan menghambat terhadap terbentuknya kreativitas bagi generasi kita.
Faktor selanjutnya yang memperkeruh ketertinggalan pendidikan kita yaitu kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi yang tidak sesuai dengan kesiapan para siswa atau murid menyebabkan ketergantungan terhadap teknologi itu sendiri. Kemajuan teknologi juga menyebabkan kurangnya daya interaksi sosial dan konsentrasi anak. Media sosial seringkali menyebarkan informasi yang tidak akurat, menstimulasi perbandingan sosial yang merugikan serta dapat memicu masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi. Selanjutnya anak-anak akan mudah mengakses informasi negatif yang akan mensitamulus pemikiran anak untuk mencarinya dan menirunya. Tekanan akademik, sosial dan keluarga juga memperngaruhi keterpurukan pendidikan kita, yang mana pada akhirnya dapat menyebabkan stres yang signifikan, berdampak negatif pada kesehatan mental dan kesejahteraan emosional generasi muda.
Faktor kesehatan mental tersebut akan semakin parah bilamana ketersediaan dalam penanganan kesehatan mental tidak banyak tersedia, yang akan menyebabkan pembiaran kesehatan mental, selanjutnya isolasi sosial dan kurang tatap mukan antara pengajar dan pelajar. Hal tersebut akan menyebabkan ketidakmampuan dalam bersosialisasi yang akan menghambat kelancaran perkembangan emosional para peserta didik.
Faktor selanjutnya ialah perubahan ekonomi sosial, dimana banyak anak anak yang tidak mampu sekolah dikarenakan kekurangan ekonomi yang pada akhirnya menyebabkan keterpurukan dan ketimpangan sosial. Selanjutnya keterbatasan pasar kerja, termasuk otomatisasi dan perubahan dalam kebutuhan keterampilan dapat menyebabkan kekhawatiran tentang masa depan karir dan pekerjaan. Perubahan struktur dan dinamika keluarga pun menjadi penyebab dari permasalahan yang kita hadapi saat ini, seperti peningkatan perceraian atau ketidakhadiran orang tua dapat mempengaruhi stabilitas emosional dan dukungan sosial bagi generasi muda.
Lingkungan dan nilai sosial di masyarakat juga menjadi sebuah permasalahan bagi berkembangnya sistem pendidikan kita, di mana krisis identitas nilai dan pengaruh lingkungan menjadikan generasi muda menghadapi kebingungan identitas dan nilai di tengah perubahan sosial yang cepat yang dapat mempengaruhi kurangnya rasa percaya diri dan tujuan hidup mereka. Masalah lingkungan seperti perubahan iklim, polusi, dan kerusakan ekosistem juga dapat menciptakan ketidakpastian dan kekhawatiran bagi generasi muda tentang masa depan planet dan kehidupan mereka.
Lantas sekarang bagaimana solusinya? Berusahalah dalam mengembangkan model pendidikan dan ikut andil lah dalam memahami perubahan zaman serta terapkanlah pendekatan blended learning yang menggabungkan pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran online untuk fleksibilitas dan aksesibilitas yang lebih baik. Tentunya dengan kelebihan dan kekurangan sitem tersebut akan sedikit membantu dalam menangani pendidikan yang sedang mengalami kerusakan dan keterpurukan.
Selasa 27 Agustus 2024
Dandie Hambaliana