"SEKOLAH kini kehilangan maknanya sebagai wahana pendewasaan, bagi seluruh penghuni di dalamnya dan otoritas-otoritas yang bersinggungan dengan keberadaannya. Apa bedanya sekolah dan penjara jika ruang-ruang kelas bagi siswa lebih mirip krangkeng-krangkeng; pintu yang tertutup ketika pelajaran berlangsung sehingga siswa kehilangan cakrawala optik alternatif, bangku-bangku memaku tubuh para siswa supaya tidak sedikit pun bergerak, dan-tentu saja-guru-guru yang berperan mirip sipir penjara: marah jika dikritik, menolak jika ada usulan, membentak jika ada kesalahan, bahkan memukul ketika ada yang dirasanya pantas dipukul. Kita patut mengkhawatirkan situasi pendidikan semacam ini. Kita juga layak merenungkan dan tidak hanya mengutuk-kenapa resistensi siswa kemudian dilakukan secara anarkis: kasus penembakan oleh siswa di Chicago, Amerika Serikat, beberapa waktu yang lalu misalnya". Begitulah bunyi dari pengantar penerbit dari salah satu buku yang berjudul The End Of Education
Pendidikan pada saat ini mengalami perubahan yang sangat luar biasa, dimana yang awalnya pendidikan merupakan pondasi utama dalam membangun karakter dan intelektual, namun pada saat ini karena perubahan sosial dan kemajuan teknologi pendidikan mengalami kemunduran bahkan kehancuran karena menghadapi perubahan tersebut. Sebagaimana yang dikatakan oleh Neil Postman "Kecemasan akan masa depan pendidikan sudah berkali-kali dinyatakan oleh para pemikir (pendidikan). Sinisme, satire, dan kredo yang menohok kenyataan praktik-praktik pendidikan muncul tanpa henti: deschooling society (masyarakat bebas dari sekolah) dari Ivan Illich, the end of school menurut Everett Reimer, pedagogy of the oppressed dalam pandangan Paulo Freire, dan the end of education". Oleh karena penulis berusaha akan melacak akar dari permasalahan tersebut dan berusaha memberikan solusi dalam menghadapi perubahan tersebut.
Dalam sejarahnya pendidikan indonesia mengalami perubahan, dari jaman kolonial, jepang dan setelah kemerdekaan, ketika jaman kolonial, belanda lah yang pertama kali mengenalkan pendidikan kepada bangsa indonesia pada tahun 1870, Kebijakan Etis Belanda membuka pintu bagi pribumi untuk dapat bersekolah. Hal inilah yang kemudian menjadi cikal bakal sekolah dasar di Indonesia. Pada tahun 1871 parlemen Belanda mengadopsi undang-undang pendidikan baru yang berusaha menyeragamkan sistem pendidikan pribumi agar merata di seluruh nusantara di bawah pengawasan pemerintah kolonial.
Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda sejak diterapkannya Politik Etis dapat digambarkan sebagai berikut: (1) Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar Bahasa Belanda (ELS, HCS, HIS), sekolah dengan pengantar bahasa daerah (IS, VS, VgS), dan sekolah peralihan. (2) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum (MULO, HBS, AMS) dan pendidikan kejuruan. (3) Pendidikan tinggi.
Mereka yang hanya sekolah sampai di Volkschool atau Sekolah Rakyat juga cukup beruntung. Ketika Indonesia Merdeka di tahun 1945, seperti tercatat dalam buku Haji Agus Salim (1884-1954): Tentang Perang, Jihad, dan Pluralisme (2004), angka buta huruf masih 90 persen. Sekolah hanya bisa dinikmati 10 persen penduduk saja. Sedangkan lulusan HIS biasanya melanjutkan sekolah ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) yang setara SMP, lalu dari MULO yang masa belajar tiga tahun akan berlanjut ke Algemeene Middelbare School (AMS) atau setara SMA selama tiga tahun. Lulusan sekolah ELS boleh lanjut ke HBS, di mana masarakat menjalani sekolah menengah selama lima tahun, hanya butuh waktu 12 tahun sekolah dan Jika melalui HIS, MULO lalu AMS, butuh waktu 13 tahun. Setelah lulus SMA baik AMS maupun HBS, mereka boleh masuk universitas di Belanda atau melanjutkan ke sekolah tinggi kedokteran bernama School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) yang dikenal juga sebagai Sekolah Dokter Jawa di Kwitang yang kemudian berubah jadi Geeneskundig Hoge School di Salemba.
Namun seringkali pembangunan ini kekurangan dana karena banyak politisi Belanda yang khawatir perluasan pendidikan akan menimbulkan sentimen anti-kolonial. Pemisahan antara Belanda dan Indonesia dalam sektor pendidikan mendorong beberapa tokoh Indonesia untuk memulai lembaga pendidikan bagi masyarakat setempat. Orang Indonesia Arab mendirikan Jamiat Kheir, Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah dan Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa.
Adapun pada masa jepang pendidikan mengalami kemunduran yang cukup signifikan dikarenakan pada saat itu jepang sedang menghadapi perang Dunia II dan ini mengakibatkan sistem operasi pendidikan Belanda dikonsolidasikan dengan sistem pendidikan Jepang. Hal ini menjadi kemunduran pendidikan di Indonesia, karena sekolah memulai pelatihan militer dan fisik yang berorientasi Anti-Barat. Siswa harus mengibarkan bendera Jepang dan memberi hormat kepada kaisar setiap pagi.
Setelah jepang mengalami kekalahan di PD II maka pendidikan selanjutnya sepenuhnya tanggung jawab Indonesia. Pada masa awal kemerdekan pendidikan masih memakai sistem dari Belanda, namun dengan berjalanya waktu indonesia mulai merubah sistem pendidikan yang mengarah kepada tujuan dari undang-undang dasar dan berdasarkan pancasila. Setelah itu pendidikan di indonesia mengalami perkembangan-perkembangan dan perubahan sistem, terutama kurikulum sebagaimana yang kita rasakan pada saat ini.
Pada saat ini, kita mengalami perubahan pendidikan yang sangat besar terutama dalam menghadapi kemajuan teknologi dan perubahan sosial di masyarakat, di mana ini sangat mempengaruhi dunia pendidikan, di mana guru yang seharusnya menjadi pemegang kunci dalam membuka ilmu pengetahuan, kini seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, guru hanya sebatas fasilitator atau bisa dibilang sebagai pendamping saja. Selanjutnya pendidikan lama-kelamaan semakin mengalami kehilangan identitas dari pendidikan itu sendiri, di mana karakter dari seorang murid tidak bisa membandingi keilmuan nya, dalam artian murid hari ini begitu pintar dalam bidang pengetahuan, namun bodoh dalam segi moral.
Dalam dua permasalahan diatas kita harus bisa mencari solusinya agar pendidikan bangsa ini tidak rusak. Kita harus mengetahui perubahan pendidikan dari masa ke masa. Ada beberapa perubahan pendidikan di antaranya yaitu: sistem pendidikan mengalami perubahan dari mulai 1.0 sampai sudah memasuki 5.0. Tetapi perubahan tersebut sangat kurang direspon oleh kalangan pendidik di indonesia, di mana kita masih menemukan banyak pendidikan yang berada di daerah-daerah perkampungan bahkan di beberapa kabupaten yang masih memakai sistem pendidikan 1.0, adapun yang paling tinggi itu sampai 0.2.
 Bahkan, pendidikan kita masih banyak yang hanya sampai lulusan SMP dan SMA, Ini bisa dilihat dari laporan rangking pendidikan indonesia, di mana pada Pada tahun 2023, sistem pendidikan Indonesia berada di urutan ke-67 dari 203 negara dalam peringkat sistem pendidikan dunia. Sementara, menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada di urutan ke-12 dari 12 negara di Asia.