Mohon tunggu...
Dandelion
Dandelion Mohon Tunggu... -

a dreamer, an explorer, and a human, of course. :p

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apakah Perbedaan Harus Melahirkan Kebencian, Nak?

10 November 2017   10:39 Diperbarui: 10 November 2017   10:43 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kemarilah, nak. Ada yang ingin ibu ceritakan. Di alam tempatmu hidup ini, ada sebuah bibit yang mulanya amat sangat kecil. Saking kecilnya nak, kemunculannya bahkan tidak terlihat dan tidak terdeteksi kapan ia mulai ada. Bibit itu bernama "tidak suka". Iya, bibit itu bisa tumbuh kapanpun, dimanapun, dan pada siapapun. Itu karena setiap orang yang hidup pasti diberikan rasa suka dan tidak suka terhadap sesuatu yang tentunya tidak selalu sama antara satu dengan yang lain.

Seperti misalnya kamu suka warna biru sementara temanmu suka warna merah, atau bisa juga sebaliknya, kamu tidak suka warna merah dan temanmu suka warna biru. Sampai disini, bila kamu dan temanmu bisa saling menerima kesukaan dan ketidaksukaan masing-masing, kalian bisa tetap berteman baik, hingga datang suatu masa. Kalian harus hati-hati dengan masa ini.

Ibu sudah bilang kan sebelumnya, rasa "tidak suka" adalah sebuah bibit kecil. Kalau misal, ada suatu kejadian yang akhirnya membuat kalian mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan, seperti, misal, kamu tidak sengaja menyatakan, "warna merah jelek, biru lebih bagus". Lalu temanmu tersinggung karena merasa warna kesayangannya dihina, kemudian membalas balik dengan menghina warna kesayanganmu dan seterusnya, ini yang perlu diwaspadai, sayang. Bibit kecil itu telah membesar sedikit demi sedikit seiring hinaan kalian satu sama lain. 

Jadi, pesan pertama ibu sampai disini, ketika bibit itu masih kecil, sebisa mungkin sembunyikan rasa "tidak suka" itu dalam-dalam, tidak menampakkannya dalam bentuk apapun: ucapan maupun perbuatan. Memang sulit, tapi ini semata-mata untuk menjaga perasaan temanmu. Syukur-syukur, lambat laun perasaan tidak suka itu bisa hilang.

Bagaimana kalau rasa tidak suka itu sudah terlanjur tampak. Iya, bau bangkai cepat atau lambat akan tercium juga. Kalau tidak diantisipasi dengan permintaan maaf dengan segera, bibit itu bisa terus membesar dan membesar. Bila sudah begitu, bibit itu dengan cepat akan mudah berubah menjadi tunas "benci". 

Walaupun awalnya, itu hanya ketidaksengajaan lisan, untaian kata bisa berujung pada tergoresnya hati. Hati yang terluka akan lebih sulit mengajak logika berpikir. Logika yang tidak bisa lagi berpikir, ah, sudahlah, ini sudah bisa menjadi kiamat sementara bagi yang mengalaminya.

Dan kau tahu nak, kalau sudah berubah menjadi tunas "benci", logikamu hanya akan melihat keburukan pada hal yang kau benci, termasuk juga orang-orang yang menyukai hal yang kau benci itu, akan ikut kau benci. Misalnya, karena kamu akhirnya jadi membenci warna merah, bila ada temanmu yang malah menyukai warna merah, akan dilihat olehmu sebagai orang yang membelanya, teman yang kamu benci karena telah menghina warna kesukaanmu. Padahal, tidak selalu begitu maksudnya. Tapi sifat dari tunas "benci" ini memang semengerikan itu, sayang, membuat orang-orang yang memiliki tunas itu tidak lagi bisa melihat dengan terang. Mereka pun dengan mudah tersulut api kemarahan dan asap fitnah.

Ada masanya, mereka juga akan melihat ini sebagai kompetisi ego. Hanya untuk meyakinkan bahwa merekalah yang benar. Warna kesukaan merekalah yang terbaik. Secara tidak langsung, mereka akan mengumpulkan massa sebanyak-banyaknya yang bisa mendukung kesukaan mereka. Masing-masing mulai melihat kuantitas massa di pihak mereka sebagai simbol kebenaran. Siapa yang paling banyak memiliki massa, dia yang benar. Misal, semakin banyak yang menyukai warna kesukaanmu, biru, berarti birulah warna terbaik itu. Padahal kuantitas tidak selalu bisa dijadikan patokan benar-salah.

Ciri-ciri tunas "benci" ini juga tidak cukup dengan memuaskan ego pribadi memenangkan jumlah massa, ia juga akan menyelimuti pemiliknya dengan rasa was-was kalau-kalau jumlah massa lawan bertambah, maka kemungkinan bahwa pilihannya adalah yang terbaik bisa terpatahkan. Untuk itu, ia akan juga berusaha mematahkan si lawan dengan menjelek-jelekkan pilihan si lawan. 

Berharap massanya akan berkurang dan berkurang. Dan tunas kebencian ini dengan mudah menular ke setiap massa lemah yang ikut serta di dalamnya. Jadi, tidak hanya satu, tapi massa yg logikanya sudah tidak bisa diajak berpikir akan berusaha memenangkan egonya dan menjatuhkan yang berseberangan. Fiuh, melelahkan sekali bukan nak, sampai disini? Hanya karena pemahaman yang salah, perbedaan pilihan dua manusia melebar ke massa raksasa yang saling memusuhi satu sama lain, tanpa perlu melihat lagi awal mulanya berasal dari apa. 

Pun, padahal, sebanyak apapun massa biru, tidak bisa menampik bahwa merah juga warna yang bisa disukai. Juga sebaliknya. Tidak ada yang lebih baik atau benar sebenarnya. Itu hanyalah perbedaan pilihan tiap individu. Jadi, pesan ibu, bila sudah terlanjur di tahap tunas "benci" ini, ambillah jeda sebentar, ambil satu langkah ke belakang. Amatilah dari kejauhan kedua kubu yang sedang bertikai, lalu dekatilah masing-masing. Samakah isu yang kamu dengar dari tiap-tiap kubu dengan fakta yang ada? Dan jangan lupa untuk terus berdoa dan berpegang pada apa yang Tuhan telah ajarkan lewat utusan-Nya. Hanya dengan itu, kamu bisa selamat dari penyakit berbahaya ini. Semua orang pada dasarnya baik. Segala keadaan juga baik. Jadi, terus berpikir positif ya, nak. :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun