Mungkin pembaca banyak yang penasaran dengan judulnya, karena saya yakin banyak yang suka kalau ada yang pakai judul "gelap-gelap" :)
Tapi, maaf sekali kalau judulnya sudah membuat pembaca kecewa, karena yang saya akan ceritakan di sini bukanlah tentang gelap-gelap yang "syur", tetapi tentang suatu festival yang bersejarah yang sudah ada lebih dari 1000 tahun lalu.
Lalu, kenapa nama festivalnya Kurayami yang kalau di Bahasa Indonesia-kan menjadi gelap-gelapan? Sebab Festival yang diadakan di Ookunitama Jinja (Ookunitama Shrine) ini pada mulanya dilakukan tanpa penerangan sama sekali. Jadi nggak salah kalau saya tulis gelap kan?
Kok bisa? Apa segitu miskinnya kehidupan masyarakat di Jepang zaman dulu, jadi beli dan pakai obor pun nggak sanggup?
Begini lho ceritanya.
Tapi, seiring dengan berjalannya waktu,festival ini ternyata menarik perhatian. Walaupun gelap-gelapan tapi banyak juga orang yang nekat berdatangan untuk menonton. Nah kalau banyak yang pengen nonton, ya tentu panitia nggak tega kan kalau tetep gelap-gelapan juga pas malem. Jadi, lama kelamaan mereka pakai lampu juga selama festival setelah hari hari jadi gelap (matahari sudah terbenam). Supaya semua bisa lihat dan happy. Terus biar yang udah dateng dari jauh-jauh juga nggak kuciwa kan karena udah keluar ongkos.
Hari pertama festival yaitu tanggal 30 April, para pemuka agama yang akan menyelenggarakan festival ini melakukan acara penyucian diri dengan air laut yang diambil dekat Ebara Jinja di daerah Shinagawa. Sekadar catatan, jarak dari Ookunitama Jinja ke Ebara Jinja kurang lebih 30 Km. Trus, kenapa kalau cuma untuk penyucian aja harus jauh-jauh sampai ngambil di tempat yang jaraknya 30 Km? Apa nggak berat di ongkos?
Setelah itu, di tanggal 1 Mei diadakan upacara (selamatan) di Kuil Ookunitama yang memohon agar seluruh kegiatan festival selama beberapa hari ke depan bisa berjalan lancar tanpa halangan dan supaya cuacanya baik (nggak turun hujan).
Tanggal 4 Mei acara arak-arakannya lebih meriah. Selain perarakan dashi 8 buah yang juga dilakukan di hari sebelumnya, ada acara arak-arakan mikoshi (kuil portabel) yang digotong oleh anak-anak. Ada juga arak-arakan gendang besar sambil ditabuh. Di dalam lingkungan kuil juga diadakan acara penyucian mikoshi yang akan diarak pada hari berikutnya.
Sepanjang hari ini, dashi yang diparkir di sepanjang jalan menuju kuil juga dimeriahkan oleh fuchubayashi, yaitu biasanya anak-anak kecil yang bertopeng dan menari dengan jenaka. Di sekitar kuil juga dipenuhi orang yang berjualan dengan tenda-tenda. Yang dijual pun bermacam-macam. Ada yang berjualan makanan seperti takoyaki (adonan tepung bundar berisi gurita makanan khas daerah oosaka), yakisoba (mi goreng), jagung bakar, kentang rebus berlapis mentega, dan lain-lain.
Ada juga yang menjual minuman, dan mainan, khususnya mainan untuk anak-anak seperti gasing, balon, topeng-topengan dan lainnya. Ada juga beberapa kursi yang disediakan, jadi kita bisa duduk sambil makan atau minum. Hanya, jumlah kursi yang tersedia amat terbatas. Tapi jangan khawatir karena kita bisa makan sambil jalan kok, karena orang Jepang juga biasa makan sambil jalan kalau ada acara festival. Cuma harus hati-hati biar nggak nabrak orang.