Lalu di hari-H nya (biasanya tanggal 24), kita tinggal menukar kertas pemesanan (tentunya jangan lupa juga membayar kalau belum lunas) dan membawa pulang ayam goreng yang  hangat. Biasanya kalau di KFC ada kelebihan stok, maka lewat jam 7  malam di hari yang sama, paket ayam tersebut akan diobral (maksimal diskon 500  yen) dan dijual di depan gerai KFC-nya.
Kalau di toko kue, biasanya  orang akan mengantri (ada juga sih yang pakai sistem pemesanan) untuk  membelinya. Jadi kalau saat2 sebelum Natal terutama tanggal 24 Desember, maka  toko kue di dekat stasiun (dan di pusat perbelanjaan) akan ramai dipadati orang yang ingin menikmati  kue cake Natal.
Ada satu lagi kebiasaan yang  unik, yaitu biasanya orang "muda" Jepang melewatkan Natal bersama pacar  atau "gebetannya" (kecuali yang jomblo mungkin ya..hehehehe). Kenapa mereka suka  melewatkan malam Natal bersama pacar  ? Saya sendiri nggak paham persis  kenapa. Tapi menurut teman saya yang orang Jepang, katanya sih (katanya lhoo), kalau  melewatkan Natal bersama pacar (a.k.a cem-cem'an) akan  terasa lebih "mengesankan".
Mungkin  ada pembaca yang pernah membaca novel karangan Endo Shuusaku dengan  judul Chinmoku (silence), atau menonton filmnya dengan sutradara Martin  Scorsese yang alur ceritanya berasal dari novel itu ?
Jaman  sekarang , untuk mempertahankan keimanan (kristen) tidak seberat yang jaman dahulu, yang digambarkan dalam film tersebut. Yang pasti, jaman sekarang sudah tidak ada lagi kekerasan fisik  yang bisa berakibat kematian sebagai taruhannya (di Jepang terutama).Â
Hidup  ini memang penuh pergulatan, tidak saja pergulatan yang melulu  berhubungan dengan hal2 yang sifatnya jasmani (fisik), namun juga hal-hal yang berhubungan dengan rohani (bathin). Di novelnya, Endo ingin  melukiskan pergulatan manusia dalam hal2 yang berhubungan dengan bathin, terutama doktrin dasar iman Katholik, dan seberapa besar keimanan perlu  dan patut diperjuangkan.
Pergulatan iman yang  utama dalam cerita/film itu adalah, mengapa Tuhan tampaknya "diam" saja  melihat umatnya menderita dan kesakitan. Cara para penguasa Jepang (daimyou) waktu itu kepada para pengikut Kristus untuk meninggalkan ajaranNya adalah, menyuruh pengikutNya untuk menginjak gambar Yesus dengan kakinya (disebut fumi-e). Kepada yang membangkang, maka hukuman dan siksaan sampai mati akan diterima.Â
Memang  ada berbagai macam pendapat mengenai film (novel) ini, dan saya tidak akan berpolemik tentang itu dalam tulisan saya. Di akhir cerita, akhirnya Pastor Jesuit itu menginjak gambar Yesus karena ancaman bahwa jika dia tidak menginjak (istilah Jepangnya, korobu  atau koronda) maka umatnya akan dihukum mati.
Perayaan (seremonial) Natal, dengan segala urusan tetek-bengeknya seperti hiasan Natal, kue-kue, baju baru, polemik ucapan dan lainnya bukanlah hal yang  penting. Bagi umat yang merayakan Natal, masa penantian (Adven) itulah  yang penting, karena kita diberi waktu untuk bertobat dan menghayati makna kedatanganNya di dunia. Puncaknya tentunya pada perayaan Ekaristi Natal di Gereja.Â