Kalau pembaca pernah melihat drama/film Jepang, atau bahkan mengunjungi dan jalan-jalan di Jepang, tentunya sudah pernah mendengar kata "kawaii". Kawaii biasanya diucapkan kalau mereka melihat sesuatu yang unik, mungil dan menggemaskan. Orang yang mengucapkan kata itu, tidak terbatas pada wanita yang masih usia sekolah saja. Wanita dewasa (sudah bekerja dan berumah tangga), bahkan kaum lelaki pun boleh dan sah-sah saja mengucapkan kata itu.
Kebudayaan "kawaii"
Orang Jepang memang terampil membuat sesuatu yang kawaii (mungil), atau secara umum, orang Jepang terampil untuk membuat miniatur dari benda-benda yang sudah ada. Bahkan orang Korea maupun Tiongkok mengakui ketrampilan orang Jepang tentang hal ini.
Misalnya begini.
Pada zaman dahulu, kipas masuk ke Jepang dari Tiongkok, atau payung hujan masuk melalui perdagangan dengan orang-orang Eropa. Bentuk kipas maupun payungnya masih besar dan tidak begitu mudah untuk dibawa ke mana-mana. Namun, oleh orang Jepang kemudian kipas dan payung tersebut dibuat menjadi kecil dan bahkan bisa dilipat. Dengan demikian kipas dan payung menjadi begitu mudah untuk dibawa tanpa mengurangi fungsi utamanya. Benda-benda ini kemudian diekspor, dan masyarakat di negara sekeliling juga menggemarinya.
Di zaman modern, kita tentunya tahu Sony menciptakan Walkman agar orang bisa menikmati musik dengan mudah, di manapun dia berada, tanpa harus berkeringat, apa lagi nyeri otot karena harus membawa tape recorder yang segede gaban. Begitu juga dengan motor atau mobil, mereka membuat mobil yang kecil, mungil dan ringkas, dibanding dengan produk mobil buatan Amerika yang umumnya besar.
Orang Jepang juga banyak maunya tapi nggak mau repot-repot, seperti misalnya mereka mau dengan mudah menghubungi teman, relasi, saudara, gebetan, dll, sambil mau foto-foto sekaligus mau terhubung dengan internet. Karena nggak mau repot-repot, misalnya harus bawa kamera analog (yang merupakan ciri khas kebanyakan turis asal Jepang) plus bawa PC ke mana-mana sekadar untuk koneksi ke internet, maka mereka menciptakan telepon genggam lipat (flip phone) yang dilengkapi dengan kamera plus internet (zaman dahulu disebut dengan i-mode).
Mereka bisa menyatukan 3 hal berbeda (telepon, kamera, internet) dalam satu ponsel dan masuk ke saku pula sekitar tahun 2000. Ini adalah jauh sebelum vendor negara lain meluncurkan telefon genggam dengan kemampuan/fungsi serupa. Bahkan Apple pun belum merilis iphone-nya.
Kenapa orang Jepang suka sekali menciptakan sesuatu yang "kawaii" sih ?
Kalau dirunut dari sejarahnya, memang orang Jepang suka jalan kaki (jauh dan dekat). Berbeda dengan Bangsa Eropa maupun bangsa lain di Asia, orang Jepang tidak begitu memanfaatkan binatang (misalnya kuda) untuk transportasi. Bahkan di zaman Edo, ada kurir yang tugasnya mengantar surat (kadang barang/benda) hanya dengan modal dengkul (alias modal kaki) yang disebut hikyaku.
Mereka ini rela pulang pergi dengan jalan kaki misalnya dari Tokyo ke Kyoto, yang kurang lebih berjarak 500 Km sekali jalan. Nah, karena mereka senang berjalan kaki, dengan demikian mereka berusaha agar barang bawaannya bisa seringkas dan seringan mungkin. Apalagi mereka harus menginap di beberapa tempat untuk beberapa hari di dalam perjalanannya. Hal itu yang menyebabkan mereka senang membuat segalanya menjadi kecil, agar mudah dibawa dan tidak merepotkan di perjalanan.
Miniatur Hongkong di Tokyo
Hongkong ternyata juga mempunyai artis yang terampil untuk membuat segala macam benda menjadi miniatur. Artis2 Hongkong ini memamerkan hasil karyanya dalam pameran yang diberi nama "Hongkong in Miniature", yang diselenggarakan dari tanggal 29 September - 9 Oktober 2017. Pameran diadakan di lantai dasar gedung Kitte. Gedung ini milik Perusahaan Pos Jepang yang baru saja direnovasi. Sekarang, selain digunakan untuk urusan jasa pos, gedung Kitte juga dipergunakan/disewakan untuk perkantoran dan komersial.
Ada lebih dari 10 artis pembuat miniatur yang ikut memamerkan hasil karyanya. Seluruh miniatur adalah tentang potret kehidupan sehari-hari Hongkong, saat ini maupun beberapa tahun kebelakang. Ada restoran, pemandangan sudut kota dan gang-gang di Hongkong, pemandangan apartemen khas Hongkong yang penuh jemuran dan gemerlap lampu hiasan, acara festival, toko bunga, toko mainan, tukang cukur dan lainnya. Penyajian miniaturnya sangat detil dan mirip dengan aslinya.
Misalnya di miniatur penjual ikan, ada bermacam miniatur ikan dan kerang di sana dengan warna-warni yang sangat menarik. Bahkan, karena amat mirip dengan aslinya, saya sampai merasa bisa mencium bau amis dari ikan-ikan tersebut.
Tak lupa juga, ada pemandangan sudut kota dengan lampu papan reklame dan hiruk pikuk kendaraan. Di sini, saya seperti bisa merasakan bau asap dan kegaduhan di pusat kota Hongkong.
Misalnya pada sebagian dinding bangunan miniatur, ada bermacam poster yang ditempel dan bahkan beberapa sudah robek. Kekusaman dan bagian yang robek di poster tampak sangat nyata persis seperti keadaan aslinya. Juga misalnya di miniatur gang yang sempit, para artis bisa membuat sampah yang bertebaran persis seperti keadaan aslinya yang hampir membuat saya memungut sampah itu untuk membuangnya ke tempat sampah.
Bahkan dalam pameran kali ini, ada kesempatan bagi pengunjung untuk melihat langsung beberapa dari sang artis miniatur melakukan pekerjaannya (semacam demo sekitar 1 jam). Namun karena skedul demo itu terbatas dan saya kebetulan datang setelah acaranya selesai, jadi saya kurang beruntung untuk menyaksikan langsung proses pembuatannya.
Seperti apa sih miniatur Hongkong?
Bagi pembaca yang penasaran, ini adalah sebagian dari hasil jepretan saya di acara tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H