Mohon tunggu...
Danan Wahyu Sumirat
Danan Wahyu Sumirat Mohon Tunggu... Buruh - Travel Blogger, Content Creator and Youtuber

blogger gemoy

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat Untuk Ibu

17 Desember 2011   20:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:07 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bu, masih ingatkah 30 tahun yang lalu ketika bayi mungil berbobot tidak sampai 2 kg lahir dari  rahimmu? Buah hati yang kau nantikan  bertahun-tahun namun hanya sempat bersemayam di tubuhmu selama 7 bulan. Itulah aku, si premature yang bersikeras untuk melihat dunia lebih cepat.

Enam tahun pun berlalu. Si kecil menjadi anak yang lincah tumbuh normal seperti anak-anak sesusianya. Tapi akhirnya kau sadar  buah hatimu tidak bisa merangkai huruf dengan baik. Putra tersayangmu menderita dyslexia, sebuah kelainan genetis yang menyebabkan orang sulit membaca.  Kekhawatiran tidak bisa menyelesaikan pendidikan dasar selalu menghantui masa depan si kecil. Namun harapan dan doamu membuat si kecil menjadi kuat dan bisa melalui cobaan pertama dalam hidupnya.

Jika hari ini si kecil belajar menjadi laki-laki dewasa. Itu adalah keinginanmu. Dengan yakin kaulepas aku ke seberang pulau untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi.  Bu, aku tahu kau ingin menangis ketika  kita akan berpisah untuk pertama kalinya. Tapi kau tinggalkan aku dengan senyum tegarmu demi sebuah cita-cita masa depan.

Tepat setahun merantau, kau genggam tangan ini untuk pulang. Penyakit cyrosis membuat impian dan cita-citaku musnah. Dengan langkah gontai aku harus kembali ke kota kelahiranku. Mengubur semuanya. Tapi semangatmu tidak pernah musnah bu.

Bu, semuanya masih tergambar dengan jelas. Bagaimana kita melawan penyakit ini. Menggunting semua artikel yang berhubungan dengan liver dan hepatitis. Lalu menjilidnya menjadi kliping. Mencoba segala pengobatan alternatif. Berkunjung dari satu dokter ke dokter lain untuk mendapatkan pengobatan  terbaik.  Sampai akhirnya berburu profesor hepar terbaik di negeri ini menuju ibu kota, Jakarta.

Lima tahun perjuangan kita lalui tanpa air mata. Engkau adalah sosok lucu dan menyenangkan,  selalu bisa membuat orang-orang di sekelilingmu tertawa lepas. Meskipun aku keluar masuk rumah sakit sedikitpun tak ada rasa duka. Aku makin kuat menghadapi cobaan ini.

Tuhan mendengar doa-doa kita ya, bu. Memberikan kesempatan kepadaku untuk bisa kembali menjalani kehidupan normal. Bersekolah mengejar mimpi yang tertunda sampai akhirnya masuk dunia kerja dan berkarya.

Bu, masih lekat diingatanku ketika tahun lalu aku memutuskan untuk jauh darimu mengejar mimpi di kota lain.  Ada keraguan untuk mengungkapakan semua rasa ini.  Tidak  berada di sisimu adalah ketakutan dalam hidupku. Siapa yang akan membuat aku tertawa di saat aku sedih?  Namun dengan bijak kau berkata, "Setiap laki-laki harus membangun istananya sendiri. Ini adalah saatnya putra ibu keluar dari rumah dan membangun kemasyurannya".

Ibu rasanya tak ada kata yang tepat untuk mengungkapkan rasa terimakasih ini. Aku hanya bisa berdoa yang terbaik untukmu.

Terimakasih ibu, sembah sujud dari putramu yang tak sabar ingin melihat dunia...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun