[caption id="attachment_283183" align="alignnone" width="654" caption="rute perjalanan 360 derajat - keliling Lampung Barat"][/caption]
Perjalanan akan membawa kembali ke titik nol dimana memulainya . Begitu juga kehidupan manusia , rentang terjauh dimensi jarak dan waktu ketika manusia kembali kepadaNya, juga kembali ke titik nol. Dari tidak ada kembali menjadi tidak ada.
Hari Pertama Mungkin terdengar terlalu filosofis tapi itulah perjalanan yang kami lakukan. Selama empat hari bersama komunitas Backpacker Community Lampung menjelajah kabupaten Lampung Barat melalui lintasan melingkar 360 derajat atau kembali ke titik nol. Titik itu berada di halaman depan Museum Lampung, Gedung Meneng Bandar Lampung. Roda-roda motor melintas cepat , menggelinding di atas aspal basah limpahan hujan semalam. Kami bukan gank motor tapi sekumpulan anak muda yang ingin menikmati perjalanan dengan cara berbeda. Mengendarai motor dengan menggendong ransel , menjelajah tempat yang belum pernah kami singgahi. Mungkin orang memangggil kami bikepacker, tapi apalah arti sebuah nama. Kota-kota kecil melintas begitu cepat, bagai rentetan waktu bergulir. Natar, Gunung Sugih, Bandar Jaya , Terbanggi, Kotabumi, Bukit Kemuning dan Sumber Jaya mengantar ke titik tertinggi matahari. Rasa letih menuju bukit Purajaya berhawa sejuk di lereng Gunung Pesagi. Hembusan angin pegunungan di Situs Sekala Berawak membawa kisah dari masa lalu. Kami berdiri di antara gelimang menhir dan dolmen bagai nisan kuburan. Bebatuan besar peninggalan zaman Megalitikum menghampar di lahan seluas 3 hektar. Keberadaan batu monolit merupakan perlengkapan ritual upacara masyarakat dan telah ada sejak abad ke 12. Inilah peninggalan berharga kerajaan Sekala Berak yang termasyur dan diyakini sebagai asal usul suku Lampung. Hujan menghentikan perjalanan beberapa saat, lambat laun derainya menciut menyisakan rintik. Berlahan-lahan kami menuyusuri jalanan licin menuju Pekon Sukajaya. Rencananya malam ini akan bermalam di Posko RAKIT milik Pecinta Alam Lampung Barat di tepi sungai Way Besai. Tak banyak aktivitas yang bisa dilakukan sesampai di posko , hujan mengguyur deras tanpa ampun. Tapi ada sisi positifnya, debit air sungai Way Besai semakin deras. Acara arung jeram esok hari pasti bakal lebih seru. Hari ke Dua Hari ini diawali dengan rafting di sungai Way Besai.Track rafting sepanjang 11 kilometer kombinasi jeram kelas dua dan tiga cukup menantang bagi kami rafter pemula. Rasanya dua jam bermain air dengan 13 jeram belum cukup , tapi kita harus bergegasa karena masih ada satu target spot hari ini. Sebelum senja sampai di Danau Ranau. Terimakasih untuk mas Siwa dan tema-teman Pecinta Alam Lampung Barat atas keramahan dan petualangan berarung jeram. Jarak Kecamatan Sumber Jaya ke Danau Ranau adalah 90 km. Jika jam dua siang kami berangkat seharusnya sebelum malam sudah sampai. Tapi semua di luar dugaan. Banyaknya tikungan tajam dan jalan berlubang di daerah Way Tenong, Sekincau dan Belalu membuat motor tidak dapat melaju maksimum. Sekitar 5 kilometer melewati kota Liwa tiba-tiba motor yang dikendarai Encip tergelincir di turunan. Saya yang dibonceng ikut terjatuh. Beruntung tidak ada korban meskipun karen rekan dibelakang berhasil menahan laju motor , menghindari tabrakan beruntun. Pukul 17:00 WIB kami baru sampai di Simpang Lumbok, Sukau. Satu jam perjalanan lagi kami bisa melihat keindahan danau Ranau. Tapi tiba-tiba cobaan datang, hujan deras datang menyurutkan langkah. Meskipun pada akhirnya kami nekat, tapi laju motor tetap tertahan karena longsor dan banjir. Motor Yasin , tiba-tiba mati total setelah menerjang banjir setinggi betis orang dewasa. Busi motornya terendam air dan harus diganti busi kering . Pukul 7 malam kami merapat di pelabuhan Lumbok Danau Ranau. Tidak ada keindahan , yang tersisa hanya gelap malam. Tidak ada aliran listrik di sini. Tapi deburan suara air danau cukup menghibur , mengantar kami ke peraduan setelah melewati perjalanan pendek penuh cobaan. Ayo teman kita tetap semangat, besok masih ada perjalanan yang lebih seru dan menantang. Keindahan danau terbesar kedua di Sumatra pagi ini membuat kami bersemangat bangun. Kabut menyelimuti permukaan danau tapi lambat laun tersapu angin. Gunung Seminung gagah menaungi danau berwarna kebiruan. Tidak sabar kami menceburkan diri ke air Tapi tidak terlalu lama acara mandi-mandinya. Kita harus kembali melanjutkan perjalanan agar tidak kemalaman sampai di Tanjung Setia, Krui. Hari ke Tiga Memasuki hari ke tiga stamina sudah mulai turun, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan laju motor diperlambat. Jika ada yang merasa lelah maka perjalanan dihentikan sejenak. Dari Lumbok kembali menuju ibukota Lampung Barat, Liwa. Lalu ke arah barat menuju Krui sejauh 60 kilometer. Beruntung cuaca hari ini bagus dan tidak ada kendala yang berarti. Hanya sempat bingung mencari pantai Tanjung Setia yang tersohor dan andalan wisata kabupaten Lampung Barat. Pantai Tanjung Setia berada 1 kilometer di sebalah selatan kota Krui. Kesunyian dan cottage yang didominasi wisatawan mancanagera mengingatkan saya akan pantai Gapang di pulau Weh , Aceh. Ombak Samudra Indonesia di pesisir barat sumatra ini incaran surfer kelas dunia. Konon merupakan spot selancar terbaik nomor tiga dunia, ketinggian ombak bisa mencapai 6 meter dengan panjang 200 meter di bulan Juni-Agustus. jika bule-bule tidur di dalam cottage, kami tetap menggelar tenda di kebun kelapa dekat pantai. Menikmati keindahan pantai dari ujung senja hingga pagi. Kebetulan malam ini langit cerah dan ribuan bintang berkelap-kelip. Malam terakhir yang sempurna. Bercengkrama mengelilingi api unggun sambil berkisah pengalaman beberapa hari ini. Tidak terasa esok hari akan berakhir. Hari ke Empat Sempat disambut hujan , tapi perjalanan pagi ini lancar. Tergoda sih dengan pantai-pantai indah tanpa nama di pesisir barat tapi kita harus fokus dengan perjalanan. Kalau keasikan mampir nanti tidak sampai Bandar Lampung tepat waktu. Laju motor digas pol tanpa jeda . Sebelum memasuki Bengkunat istirahat di bawah jembatan besar. Karena banyak yang belum mandi pagi , sepakat menceburkan diri ke sungai sungai berarus deras dekat jembatan. Air jerinih menyegarkan khas pegunungan. Lagi asyik-asyiknya mandi, tiba-tiba beberap monyet ekor panjang mengintip dari atas pohon. Huaaa manusia jadi tontonan monyet. Kelar bersih-bersih dan makan siang perjalanan dilanjutkan dengan menerobos Taman Nasional Bukit Barisan Selatan . Tidak banyak tempat indah yang bisa disinggahi . Tapi lepas dari kawasan hutan sebuah pemandangan indah menghadang. Kalau ditilik dari namanya cukup menakutkan yaitu Turunan Mayit. Dari sisi jalan terlihat Teluk Semangka dan gunung Tanggamus . Saya penasaran kenapa jalan menuju kecamatan Wonosobo ini dinamakan Turunan Mayit. Yasin bercerita bahwa jalan berkelok curam di sisi sana sudah memakan banyak korban. Mobil menanjak yang kehilangan kendali bisa langsung masuk ke dalam jurang yang ada di sisi jalan. Kendaraan tidak diperbolehkan saling mendahului di Turunan Mayit, jika tidak ingin menjadi mayit. Serem! Akhirnya touch down daerah pantai Kotaagung , ibukota Kabupaten Tanggamus . Berarti butuh tiga jam lagi sampai di Kota Bandar Lampung. Berikutnya jalanan lurus landai melalui Talang Padang-Pringsewu-Gading Rejo-Gedong Tataan. Tidak ada tanjakan atau turunan curam. Sekitar pukul 19:00 WIB tiba di halaman parkir Museum Lampung, tempat perjalanan dimulai. Lega rasanya bisa sampai ke "rumah" dengan selamat. Menyelesaikan misi perjalanan 360 derajat bagai mendapatkan kemenangan besar. Jadi tidak berlebihan jika kami merayakannya dengan makan di angkringan kaki lima depan museum. Namun bagian terpenting perjalanan ini prosesnya, destinasi hanya bonus. Empat hari di atas kendaraan roda mengajarkan banyak hal. Salah satunya keselamatan atau safety berkendaraan. Sebelum melakukan perjalanan , idealnya motor diperiksa dan dirawat agar dalam kondisi prima. Tidak dapat dibayangkan jika motor mogok di tengah hutan. Pemilihanbahan bakar juga hal yang harus dipertimbangkan untuk meningkatkan kinerja mesin. Agar motor tidak kehilangan tenaga saat menanjak. Maklum saja kontur jalan di Lampung Barat didominasi bukit dan gunung. Pelajaran berikutnya, sejauh-jauhnya perjalanan akan membawa kita kembali pulang. Lihat saja roda berputar tetap akan kembali ke titik awal. Karena sesungguhnya jarak terjauh sebuah perjalanan adalah titik nol atau titik 360 derajat. Kisah akhir perjalanan hanya ada dua, pulang atau berpulang. [caption id="" align="alignnone" width="600" caption="Situs Purbakala Sekala Brak - Purajaya, Lampung Barat"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H