[caption id="attachment_302560" align="alignnone" width="600" caption="terkadang kita menghadapi tekanan dalam wawancara kerja"][/caption] Apakah setelah lulus  kuliah akan menambah jumlah pengangguran di negeri ini. Pertanyaan itu memotivasi untuk mengenal dunia kerja lebih awal. Belajar membuat surat lamaran yang baik , berharap mendapat panggilan rangkaian tes kerja yang konon menakutkan. Surat lamaran yang baik sejatinya menggambarkan diri kita apa adanya. Jika berlebihan bisa menjadi bumerang pada saat sesi wawancara. Kehadiran Internet sangat membantu  pencari kerja pemula seperti saya . Selain mudah  memperoleh informasi lowongan kerja. Mengirim surat lamaran kerja via e-mail jauh lebih murah menggunakan pos. Namun kita harus berhati-hati dengan tindakan penipuan. Beberapa scam sengaja menyebar lowongan kerja untuk mendapatkan biodata. Jadi paling aman bergabung bursa kerja online seperti kompaskarier.com Selain lebih aman, perusahaan yang membutuhkan karyawan  akan bisa langsung melihat profil anggota dengan kualifikasi tertentu. Tips lain menghindari lowongan kerja palsu dengan mengidentifikasi alamat email. Perusahaan besar tidak akan menggunakan email gratisan. Waspadai juga lowongan kerja yang selalu sering muncul di surat kabar dengan perusahaan dan posisi sama. Puluhan surat lamaran sudah dikirim tapi tidak satupun mendapat respon. Saya tetap bersemangat dan tidak putus asa, judulnya juga iseng-iseng berhadiah. Mungkin kondisinya akan berbeda jika  sudah lulus. Ketidakberuntungan bertubi-tubi jelas akan memberi tekanan psikologis lebih bagi pengangguran bertitel sarjana. Apa yang saya lakukan memang tergolong nekat. Tanpa ijazah sarjana,  bermodalkan transkrip nilai  melamar kerja di  beberapa perusahaan besar.  Ditolak  dengan alasan status mahasiswa sudah pasti, namun akhirnya  produsen makanan asal Swiss menerima melalui program management trainee. Melewati serangakain tes kerja di perusahaan  merupakan pengalaman baru dan berbeda dibandingkan ujian lisan menjadi asisten laboratorium di kampus. Setelah tes kemampuan akademis dilanjutkan psikotes berjam-jam menguras energi. Meski letih tetap bersemangat karena pengalaman baru. Apalagi esok hari manajemen menjadwalkan tes wawancara. Rasanya tidak cukup mempelajari tips wawancara di internet dalam semalam. Tetap semangat! Sesuai latarbelakang pendidikan tes wawancara dilakukan di workshop pabrik dan dihadiri oleh kepala bagian SDM dan engineering. Pertanyaan teknikal dilontarkan bagian engineering wajib dijawab dalam bahasa inggris. Berikutnya pertanyaan dari bagian SDM , awalnya pertanyaan standar seperti latarbelakang keluarga tapi berikutnya memancing emosi. "Kamu cari kerjaan atau cari yang mau bayar kamu?"  Kepala sdm menatap tajam mata sambil tersenyum sinis. Kebodohan sekaligus idealisme mahasiswa saya menjawab kerjaan, lalu menutupi keraguan jawaban dengan alasan berputar-putar tak jelas. "Jadi sanggup kerja tidak dibayar," sergahnya sambil tersenyum puas. Berikutnya sudah bisa diduga. Pukulan pertanyaan pertama meng-K.O. jawaban berikutnya hingga saya merasa babak belur di pertanyaan selanjutnya. Status mahasiswa juga menjadi bahan untuk menjatuhkan mental. Rasanya warna muka berubah menjadi merak tak sanggup menahan rasa malu dan amarah. Jelas ini yang dicari pewawancara , biasanya orang akan terlihat sifat aslinya ketika di bawah tekanan. Terimakasih Tuhan sesi wawancara yang lebih mengerikan dari sidang skripsi terlewati dua jam penuh. Karena emosi dan tidak dapat berpikir jernih pintu ruangan tetabrak ketika keluar . Insiden ini jelas jadi tontonan gratis pewawancara, mereka tertawa puas melihat kebodohan ini. Saya benar-benar malu. Seminggu kemudian panggilan tes kesehatan datang melalui surat dan telepon. Rasanya tidak percaya melalui tes wawancara dengan kekacauan lalu lanjut ke tahap berikutnya. Singkat cerita , akhirnya diterima dan masuk program management trainee. Meski hanya mengikuti program management trainee 10 bulan lalu memutuskan kembali ke kampus untuk menyelesaikan tugas akhir. Pengalaman ini mengajarkan banyak hal,  mencari kerja tidak hanya mengandalkan kemampuan akademik. IPK besar  dibutuhkan untuk membuka pintu gerbang masuk tahapan tes . Namun yang paling penting  apakah kita orang yang tepat untuk posisi yang ditawarkan. Wawancara merupakan tahapan visual untuk meyakinkan perusahaan dan konon lebih valid dibandingkan membaca selembar  riwayat hidup. Tidak mengherankan banyak perusahaan menawarkan posisi melalui bursa kerja atau walk interview. Tapi lagi-lagi semua berpulang kepada diri kita, apakah saya orang yang tepat dan mampu.  Hanya kejujuran yang bisa menjawabnya. Karena ketika kita sadar tidak mampu maka akan belajar mengejar ketinggalan. Selamat mencoba!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H