Mohon tunggu...
Danang Satria Nugraha
Danang Satria Nugraha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar di Universitas Sanata Dharma

Selain mengajarkan ilmu bahasa dan meneliti fenomenanya di ruang publik, penulis gemar mengamati pendidikan dan dinamikanya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Potret Visi & Misi Politik dari Lensa Bahasa

29 Februari 2024   23:35 Diperbarui: 29 Februari 2024   23:47 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(source: https://www.indoleft.org/cartoons/2023-06-07/its-getting-hotter.html)

And here, day after day,
He watched the clouds that came
From his own dearest home.
Was it the sunset glow,
Or yet his country's shame
That burned in heaven's dome?
Alexander Petofi____ in A Holy Grave

Dalam dunia politik, bahasa tidak hanya merupakan alat komunikasi, tetapi juga cermin dari visi dan misi para pemimpin. Dengan menggunakan bahasa, para pemimpin politik menggambarkan pandangan mereka tentang masa depan, nilai-nilai yang mereka anut, dan tujuan-tujuan yang ingin mereka capai. 

Dalam esai ini, kita akan menelusuri bagaimana bahasa digunakan untuk mencerminkan visi dan misi politik, serta bagaimana pemilihan kata, gaya berbicara, dan retorika digunakan untuk memengaruhi pandangan masyarakat terhadap kebijakan dan pemimpin politik.

Potret Pertama
Bagaimana bahasa digunakan dalam politik untuk mencerminkan visi dan misi para pemimpin?

Bahasa dalam politik tidak hanya sekadar alat komunikasi, tetapi juga merupakan cermin dari visi dan misi para pemimpin. Melalui penggunaan bahasa, pemimpin politik memperlihatkan pandangan mereka tentang masa depan, nilai-nilai yang mereka anut, dan tujuan-tujuan yang ingin mereka capai. Pemimpin politik sering kali menggunakan bahasa sebagai sarana untuk membangun narasi yang mendukung agenda politik mereka, baik itu dalam pidato-pidato resmi, pernyataan media, atau bahkan dalam percakapan sehari-hari.

Contohnya, pemilihan kata yang kuat dan retorika yang memikat sering digunakan untuk mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kebijakan tertentu atau membangun citra yang diinginkan. Misalnya, pemimpin politik dapat menggunakan bahasa yang emosional dan memprovokasi untuk merayu pendukung dan memperkuat kepercayaan mereka dalam kebijakan yang diusulkan. Di sisi lain, penggunaan bahasa yang rasional dan persuasif dapat digunakan untuk memenangkan dukungan dari kelompok yang skeptis atau ragu-ragu.

Lebih lanjut, berikut adalah tiga contoh spesifik berdasarkan fakta di Indonesia untuk mendukung jawaban untuk pertanyaan pertama tersebut. Pertama, Penggunaan Bahasa Emosional dalam Pidato Politik. Saat kampanye pemilihan umum di Indonesia, para calon pemimpin sering menggunakan bahasa yang emosional untuk merayu pemilih. 

Contohnya, dalam pidato-pidato politik, para calon sering menggunakan bahasa yang memprovokasi untuk menarik perhatian pendengar dan membangun koneksi emosional dengan mereka. Misalnya, dalam pidato tentang keadilan sosial, seorang calon dapat menggunakan bahasa yang menggambarkan penderitaan rakyat jelata untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap perbaikan sosial.

Kedua, Retorika Persuasif dalam Debat Publik. Di Indonesia, debat publik antara calon pemimpin sering kali menjadi ajang untuk mempergunakan retorika yang persuasif guna memenangkan dukungan masyarakat. Para calon pemimpin menggunakan bahasa yang cerdas dan persuasif untuk menyoroti kelemahan rival politik mereka dan menawarkan solusi yang meyakinkan untuk masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun