Fadel sedang ujian doktor di UGM (gambar) Pada awalnya saya tidak ingin terjebak pada stereotipe masyarakat negeri ini, yang dengan begitu mudahnya cepat merasa iba secara berlebihan terhadap oknum yang "teraniaya" atau dipersepsikan "teraniaya". Kita (saya tidak termasuk) sudah dapat pengalaman yang cukup bodoh di tahun 2004, memilih orang hanya karena dia sedang "teraniaya" atau dipersepsikan "teraniaya". Apalagi bangsa ini lebih suka menghargai penampakan luar daripada esensi. Gaya bicara santun gesture fisik inocent dll akan lebih disukai, walau pada akhirnya terbukti nyaris tidak memberi banyak perubahan terhadap bangsa ini. Orang yang meledak-ledak, namun sejatinya penuh visi yang tajam sangat dihindari oleh sebagian masyarakat. Akhirnya ya seperti sekarang ini. Soal Fadel Muhammad, sungguh saya sangat berempati setelah mencermati kiprahnya, prestasinya dan keberpihakannya kepada nasib masyarakat kecil. Apalagi di akhir jabatannya kemarin, sebagaimana diulas berulang kali oleh berbagai media, betapa beliau diperlakukan sangat-sangat tidak manusiawi dan tidak beretika sama sekali oleh orang yang konon punya penampakan santun dan kalem. Fadel Muhammad dicampakkan bagai sampah yang sudah tidak ada manfaatnya lagi, bahkan sekedar ingin bertemu untuk konfirmasi dengan SBY pun, pihak istana tak berkenan. Sungguh tidak menghargai orang sama sekali. Apalagi tersiar kabar bahwa Fadel Muhammad dipermainkan layaknya anak ingusan. Ditelpon tidak akan diganti, namun tak selang lama ternyata dicopot tanpa permisi. Ternyata rezim SBY masih lebih menghargai orang yang menyengsarakan para petani garam, pengrajin rotan, yang notabene ditentang oleh Fadel Muhammad. Apapun langkah yang akan dijalani Fadel Muhammad saya sangat mendukung dan mengapresiasi, apalagi dia sedang punya rencana besar mendirikan Yayasan Garam sebagai wujud perlawanan kepada rezim SBY, sekaligus keberpihakannya kepada petani garam. Satu lagi, perlakuan SBY yang tak terpuji ini sudah untuk kedua kalinya, pertama terhadap Anggito Abimanyu dan sekarang Fadel Muhammad. Dua alumni UGM disingkirkan secara tak manusiawi. Huh!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H