Mohon tunggu...
Danang Hamid
Danang Hamid Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance, father of three and coffee

Voice Over Indonesia Talent, Radio, Father of three and Black coffee

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perelek Wujud Paling Ringan dari Wajah Gotong Royong

25 Mei 2017   21:53 Diperbarui: 25 Mei 2017   23:21 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memperbaiki penerangan jalan umum (dokpri)

Melestarikan budaya gotong royong pada masyarakat kita bisa dilakukan dengan berbagai cara, mengwluarkan tenaga atau materi alakadarnya dan tidak terasa berat tetapi impact-nya sangat terasa pada saat hasil gotong royong tersebut mewujud dalam sebuah realisasi.

Perelek adalah hal yang sangat ringan, hanya dengan menyimpan segenggam beras dalam sebuah wadah lalu digantung di depan pintu rumah untuk kemudian menjadikan kegiatan ronda malam menjadi lebih variatif dan semarak di masing-masing lingkungan RT atau kampung dimana petugas ronda keliling kampung sambil menjemput perelek yang biasanya diperuntukan bagi acara ngaliwet disela-sela jaga malam dan kemudian berkembang menjadi sumber dana sosial dan keuangan ke-RT-an.

Beras yang keberadaannya tak bisa tergantikan dalam masyarakat kita, bisa dibantah dengan perelek. Kini, uang limaratus atau seribu rupiah dalam bentuk koin telah menggantikan fungsi beras dalam urusan perelek.

"Semalam biasanya nyampe duapuluhlima ribu rupiah atau kurang" ujar Agus Badru (36), Warga Kampung Sukahurip, Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya (25/5) saat memasang tiang lampu besi untuk penerangan di kampung tersebut agar suasana Ramadhan tahun ini di kampungnya lebih terang lagi, "Tapi, rasanya untuk beberapa bulan ini pereleknya nggak kayak dulu, berkurang, mungkin pada lupa naro uang, tiang-tiang lampu dan lainnya ini hasil dari perelek" jelasnya.

"Ini instruksi dari pusat?" tanya Mang Engkos (Dokpri)
"Ini instruksi dari pusat?" tanya Mang Engkos (Dokpri)
Hasil perelek selama ini telah terasa dampaknya bagi warga kampung, tidak hanya untuk kebutuhan kampung secara fisik, seperti lampu penerangan dan jalan melainkan untuk urusan orang yang sakit sekalipun mampu ditangani oleh perelek, "Jalan yang ke pemakaman pun kita benahi, yang sakit dan tidak mampu insya Allah kita tangani," terang Dadang ketua RT. 

Menurut Endep, rekan Agus adanya perelek memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perkembangan lingkungan sosial di kampungnya,"Makanya mang Engkos, jangan lupa isi pereleknya, nggak usah sampai seribu lah mang, atos we lima ratus oge cekap, karaos pan mangfaatna?" kata Endep kepada Mang Engkos yang mempertanyakan dari mana sumber dana untuk penerangan lampu jalan.

Istilah Perelek yang merupakan budaya gotong royong pada masyarakat kita dan sepantasnya dilestarikan ini bisa jadi berasal dari bunyi beras yang berisik ketika diambil dari pintu-pintu rumah warga kemudian dimasukan kedalam sebuah tempat seperti ember maka berbunyi perelek..prelek, mirip suara pasir yang ditabur dengan cara dilemparkan ke atas  genting, atau seperti bahasa deskriftif saat seseorang menuangkan beras ke dalam tempat penampungnya. 

"Kalau malam kan sepi, terutama lewat jam dua belas malam, apalagi di kampung tiis ceuli herang panon benda sekecil apapun jika terjatuh kadang telinga kita ngerasa bunyinya nyaring banget!" Anonim berkata."Yang namanya asal-usul, meskipun beras digantikan dengan uang koin, tetap aja perelek walau bunyinya nggak lagi mirip beras, dalam hal perelek yang penting fungsi dan manfaatnya,"

Di lain tempat di Jabar Perelek diistilahkan dengan Kencleng, perkiraan saya karena wadah biasanya terbuat dari kaleng bekas kemasan susu kental, lalu ada bunyi kencleng kencleng saat diambil uangnya atau menaruh uang kedalamnya. Kalau uangnya kertas bagaimana?
 

Kegiatan perelek sudah mulai digalakkan kembali di beberapa daerah, bahkan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, seperti dilansir detik pernah mengeluarkan instruksi kepada warganya agar masyarakat bisa menyisihkan beras demi membantu masyarakat lainnya yang bukan hanya berada dalam satu lingkungan. 

Yu! Budayakeun Deui Perelek!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun