Mohon tunggu...
Danang Hamid
Danang Hamid Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance, father of three and coffee

Voice Over Indonesia Talent, Radio, Father of three and Black coffee

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Bicara Musik Blues bareng Achonk The Blues Man

10 Maret 2017   18:50 Diperbarui: 11 Maret 2017   06:01 1478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Achonk Blues Man (bertopi) Dokpri Achonk

Blues merupakan nama yang disematkan pada bentuk dan genre musik yang tercipta dalam Masyarakat Afro-Amerika di Deep South, Amerika Serikat pada akhir abad ke-19 dengan narasi sederhana berirama ballad mulai dari lagu-lagu rohani, lagu teman bekerja, hollers lapangan dan teriakan di mana penggunaan blue note dan penerapan pola call-and-response tak jarang dipergunakan dalam memainkan musik ini.

Washington Irving pada tahun 1807 adalah yang memperkenalkan istilah Blues melalui tradisi dari mulut ke mulut  hingga akhirnya menyebar ke khalayak ramai, Blues sendiri telah menjadi bagian integral dari sebuah budaya di negeri Paman Sam yang masih sangat jelas pengaruhnya dalam perkembangan musik dunia hingga saat ini. Bahkan banyak kalangan terutama para musisi itu sendiri meyakini musik blues merupakan akar dari berbagai jenis musik.

Tak banyak musisi Indonesia yang menekuni jenis musik ini secara total, barangkali yang namanya sudah dihafal masyarakat Indonesia jumlahnya masih terbatas sebut saja Gugun Blues Shelter atau Ginda Bestari yang telah menelurkan album, Time Bomb Blues, Adrian Adioetomo, Gideon Tengker dan Blues Libre, jika Anda ingat nama-nama yang lain silahkan menambahkan.

Di Kota/Kabupaten Sukabumi ada nama yang cukup familiar di telinga para pecinta musik blues, atau Anda yang jarang absen mengikuti even musik di Kota dan Kabupaten Sukabumi mungkin tak asing lagi dengan seorang musisi alumni Smansa Kota Sukabumi yang cukup disapa Aachonk ini.

Saya sempat berbincang bersama musisi kelahiran Sukabumi ini yang lama tidak nampak di panggung musik terbuka.

Lama tidak nampak, apa saja kegiatannya selama ini?

Tetap bermusik.

Menurut Anda bagaimana geliat musik di Sukabumi, saat ini?

Saya tidak sempat lagi mengikuti perkembangan musik arus bawah, yang saya maksud adalah musik-musik masa kini dari generasi ABG atau mereka musisi yang masih belasan tahun. Tapi, saya melihat generasi musisi yang benar-benar real musician (di Sukabumi) makin sedikit sekarang, beda seperti sebelum era hingga zaman Vagetoz.

Dan, setelah Ginda Bestari, saya belum menemukan lagi musisi dengan bakat diatas rata-rata. Ginda Bestari sudah jadi salah satu Icon Blues Nasional, bahkan sudah merambah kancah musik internasional, albumnya Soulful Desire, wah gila, keren banget! Dibikin dengan saat serius bareng musisi Indonesia lainnya seperti R.Mahendra, Glenn, Yura Yunita, Tompi dan Harry Anggoman, Menurut saya sudah sangat luar biasa, bisa dibilang satu kelas dengan Gugun, hanya warnanya yang beda, atmosphere musiknya lain kalau soal popularitas itu lain cerita.

Apakah yang anda maksud Real Musician?

Mereka yang melatih musikalitas dirinya dengan serius, selera musiknya tinggi, punya taste dan sence of music yang bagus, sangat detail memikirkan perangkat apa yang ia pakai, memikirkan sound-nya seperti apa, kalau dia bassist ia akan memikirkan bass apa yang ia pakai. Sangat perhatian dengan apapun yang berhubungan dengan musik, bahkan alat tempurnya.

Masyarakat penikmat musik di Sukabumi juga sering menyandingkan Anda dengan blues, mereka juga mengatakan Anda juga termasuk salah satu icon musik blues di Sukabumi, apa yang terbersit dalam pikiran Anda?

Wah, terima kasih jika dikatakan demikian, meskipun sebenarnya saya tidak ingin, maksudnya, saya ingin ada regenerasi musisi di Sukabumi, pinginnya ada lagi  yang lain siapa lagi gitu yang lahir, hanya mungkin agak sulit menemukan jati diri sebagai seniman gitar yang serius, kalau Steve Vai bilang, jika Anda ingin jadi musisi atau gitaris band folks biasa, tidak akan banyak masalah, tapi kalau ingin jadi seniman gitar ceritanya berlainan.

Achonk dalam sebuah Jam session (Dokpri Achonk)
Achonk dalam sebuah Jam session (Dokpri Achonk)
Apa yang membuat Anda menekuni musik blues? Sehingga predikat king of blues-nya Sukabumi, menempel pada diri Anda.

Yang membuat saya suka blues adalah kebebasan berekspresi, bebas berimprovisasi seperti halnya musik jazz bisa mengakomodir itu.

Lain halnya musik-musik pop atau musik populer dan lainnya yang dihafal, band-band kekinian mau nggak mau ya harus begitu aja, misalnya nih kalau musisi bawain lagunya BB King, atau Jimmi Hendrix tentu akan dibawakan dengan versi dan karakter masing-masing, bisa dimainkan secara bebas dengan patokan chord-nya aja.

Hahaha. Jika saya dikasih predikat itu saya pikir hanya kebetulan saja karena saya menekuni musik ini.

Ada sebagian orang yang mengatakan Anda terlalu idealis dalam bermusik, menurut Anda?

Itu kan persepsi mereka, tapi saya kira nggak seperti itu juga, karena saya hampir tiap hari ngamen di Lampion café bersama rekan musisi Sukabumi lainnya, buat saya itu pekerjaan, bukan bermain musik walaupun sebenarnya memainkan musik tapi konteksnya saya bekerja dengan media yang bernama musik itu.

Harus dibedakan mana pekerjaan, mana bukan. Contohnya ada tamu yang ingin bernyanyi dan musiknya tetap harus kita mainkan sebaik-baiknya, lantas apakah saya menyukai setiap lagu yang dimainkan karena keinginan orang lain bernyanyi? Kan nggak, tapi bagaimana kita bisa professional dan menjalani pekerjaan dengan enjoy, kita harus bisa membunuh mood jelek seperti halnya sebuah tugas, mau di hutan, di laut di udara, di darat, kita lakukan tugas itu dengan baik dan gagah. Tetap aja kita kerjakan dengan baik, lain halnya jika saya konser sendiri dengan memainkan musik blues, saya tentu melakukannya dengan lebih antusias, dengan penuh passion.

Lagu apa yang pertama kali Anda mainkan di panggung?

Wah, itu ketika saya masih SMP, sekitar tahun 85 atau 86, dulu saya belum mengenal bues, saya memainkan lagu Scorpion, aduh judulnya lupa, lupa, lupa! In trance kalau tidak salah.

Waktu itu tante-tante saya sering memutar musik kegemaran mereka, setiap pagi, setiap sore seperti Queen, Led Zeppelin saya kecil terpengaruh itu, dan ketika saya beranjak remaja, kala itu sedang ramai-ramainya lagu-lagu pop Tommy J.Pisa, Obbie Mesakh, teman-teman saya di sekolah suka itu, dan saya nggak suka, malah lebih menyukai Black Sabbath, Iron Maiden,Scorpion, mmm akarnya sudah ada. Dan SMA saya mendalami Van Hallen.

Zaman itu, namanya ABG saya ingin juga diperhatikan lawan jenis, terutama cewek-cewek yang cantik dan saya membandingkan dengan mereka yang jago di bidang olahraga, kebetulan saya nggak suka olahraga, lantas saya berpikir apa yang saya bisa? Kemampuan saya harus diperdalam dan akhirnya saya terus menekuni gitar.

Sukabumi punya banyak talenta, misalnya kita dulu punya Farid Harja, Country Jack, Tiga Dimensi, dan lain-lain. Tapi mengapa hanya beberapa saja namanya yang melambung tinggi?

Waduh, sulit saya untuk menjawab itu. Tapi menurut saya hal itu dikarenakan factor yang lain, faktor diluar kendali kita sebagai manusia, saya menemukan itu.

Misalnya, kenapa Ginda Bestari secara intens bersama-sama saya waktu SMP dan SMA dan dia kini sudah seperti saat sekarang, lalu mengapa saya tetap masih disini? Ya, buat saya sebetulnya jawabannya simple, Tuhan itu punya kehendak lain kepada setiap individu dan terhadap setiap mahluqnya. Iya, lah….! Termasuk kehendak lain terhadap musisi.

Saya banyak menemukan kenyataan, misalnya dengan kekuatan ekonomi, atau uang dan ditunjang dengan koneksi-koneksi yang luar biasa, koneksi yang hebat, tapi gimana ya? Jika tidak ada kehendak dari Tuhan, akan sulit mencapai sesuatu yang diinginkan. Kita sih, berusaha dan fokus pada apa yang kita kerjakan.

2014 Gugun itu pernah cerita dia ngamen di café kecil, di Kemang, bahkan yang nontonnya Cuma waitress-nya doing tapi mereka tetap esksis dan mereka nggak berubah genre. Dan sementara saya tidak berpikir macam-macam, hanya menjalani menikmati aja, mensyukuri apa yang ada dan bisa dikerjakan. Tapi, ketika saya mengerjakan sesuatu saya akan lakukan semaksimal mungkin saya lakukan, karya, misalnya, Anda ingin dibuatkan sebuah lagu untuk anaknya, pasti saya akan garap, akan saya aransemen dengan sebaik mungkin.

Kembali ke blues, Anda percaya bahwa blues merupakan akar sebagian besar jenis musik modern di dunia. Bagaimana korelasinya dengan musik-musik tradisional atau etnik?

Ya, saya percaya itu. Blues adalah akar berbagai jenis musik modern, turunannya bisa rock and roll, Jazz, Hardrock, R&B, Soul dan lain-lain. Penjabaran bisa panjang kalau bicara ini, termasuk rumus 27. Kalau musik tradisional kan memainkan nada pentatonic. Dan sebetulnya blues juga awalnya merupakan musik tradisional Masyarakat Afro-Amerika.

Mengapa Anda terlihat awet muda dan nampak tidak ada perubahan secara fisik sejak lama, apakah karena pengaruh musik?

Hahaha. Mungkin, karena lingkungan yang positif, selalu Happiness, berpikir positif dan melepaskan beban, hadapi saja masalah dengan rileks. Sering saya ditanya kayak gitu. Mungkin orang mah diberi kekayaan berlebihan banyak, kelebihan populer dan saya dikasih berkah awet muda lebih lama, gitu. Ini nikmat!

Pengaruh musik itu besar, besar sekali! Apalagi jika mengerti gelombang frekuensi, begini, kalau musisi stem gitar dengan tuner atau alat-alat stem lainnya di frekuensi 440 Khz. Euh, artinya aduh! Ini juga akan jadi bahasan yang panjang jika dibicarakan dan tidak semua orang akan mengerti ini.

Sebelum tahun 1930  hingga zaman mesir kuno, atau begini deh! Pasti anda pernah mendengar bahwa Janin yang dikandung seorang ibu disarankan untuk mendengar musik classic untuk membantu stimulasi kecerdasan otaknya, padahal bayi itu masih dalam kandungan, nah frekuensi itu yang berpengaruh pada perkembangan otaknya. Musiknya tuh bisa macam-macam, tapi steman-nya itu di 440 Khz. Dan musik klasik zaman dulu menggunakan instrumen yang frekuensinya demikian.

Berapa harga gitar yang pertama kali dibeli, sekarang ingin beli gitar apa?

Harga gitar yang pertama kali saya beli 200ribu rupiah, kalau sekarang berapa ya? Nggak tahu juga pastinya. Tapi kalau ditanya seperti itu ada keinginan untuk punya Stratocaster yang harganya diatas 25juta-an lah.

Masih dalam rangka Hari Musik Nasional, 9 Maret. Selamat Hari Musik Nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun