Sudah 40 hari Corona singgah di Indonesia, jika dihitung sejak kasus pertama yang diumumkan langsung oleh Presiden pada 2 Maret 2020 lalu. Banyak yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah dengan seluruh perangkatnya, terutama para Dokter, Tenaga Kesehatan, Perawat, Aparat (ASN/TNI/Polri), hingga relawan, dll. Mari kita panjatkan doa khususnya kepada mereka yang mendahului kita, berjibaku demi keselamatan bangsa. Semoga arwahnya mendapatkan tempat terbaik di sisi Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Aamiin. Sedang bagi pejuang kita lainnya, support dan doakan mereka agar senantiasa sehat dan fokus bekerja. Terima kasih!
Per hari ini (10/04), 3.512 tercatat positif Corona di Indonesia. Itu adalah angka senyatanya namun bukan angka sebenarnya. Nyata artinya itulah jumlah pasien yang ditemukan/melapor, dicatat dan periodik diinfokan ke publik . Sedang angka sebenarnya, siapa yang tahu? Pasti banyak yang tidak melapor dan tidak bergejala. Laporan WHO menyebut, 80% orang yang terjangkit Covid-19 hanya merasakan gejala sangat ringan bahkan tidak merasakan gejala apapun. Mereka inilah carier yang potensial menularkan Corona ke seluruh penjuru Indonesia. Siapakah mereka? Tak ada yang tahu.
Seperti lainnya, kita pun pasti berharap wabah ini segera berlalu dan kehidupan kembali sedia kala. Tapi, nyatanya tak gampang  meraih itu semua. Kali ini kita berperang semesta. Tak kurang 212 negara di dunia terkena Corona, dan seperti Indonesia, mereka tak tahu melawan siapa, karena sang musuh tak kasat mata.
"The enemy moves among us unseen. In the fog of war, we are relying on case counts to track its movements. We should have radar to look over the horizon (routine testing for the virus) to tell us where it is massing and will strike next" - David Hunter - Professor of Epidemiology and Medicine, University of Oxford.
"Musuh bergerak tak terlihat di antara kita. Dalam kabut perang, kita mengandalkan jumlah kasus untuk melacak pergerakannya. Kita harus memiliki radar untuk melihat lebih luas/jauh (melalui test virus secara rutin) untuk memberi tahu kita, di mana ia (virus) berkumpul dan akan menyerang" - David Hunter - Profesor Epidemologi Universitas Oxford.
Menukil pernyataan Profesor Hunter di atas, untuk mengetahui musuh (Covid-19, red), maka lakukanlah test virus secara cepat dan massal. Dan untuk tahap ini, Pemerintah lah yang memiliki kemampuan, dana maupun infrastrukturnya. Kita dorong Pemerintah untuk segera realisasikan. Tak hanya itu, ibarat perang semesta maka Pemerintah harus sediakan perlengkapan perang untuk prajuritnya. Garda terdepan seperti para Dokter & tenaga medis, mereka perlu "baju perang" yakni Alat Pelindung Diri (APD), masker hingga peralatan berat seperti ventilator. Senjatanya? Kita tahu, hingga saat ini, seluruh negara di dunia belum ada yang mampu menemukan senjata (obat, red) untuk menembak dan membunuh Covid-19.
Lalu kita bisa apa?
Heloo.... kitalah kunci memenangkan perang semesta melawan Corona! Mengapa kita? padahal kita tak miliki kemampuan berperang, kita juga bukan Dokter, bukan pula tentara yang bawa senjata. Kita rakyat biasa.
Begini kira-kira, musuh kita tak kasat mata, kemampuan penetrasinya cepat luar biasa. Bayangkan saja, hanya dalam tempo sekitar 3 bulan menyebar ke 212 negara. Senjata untuk mematikan yakni obatnya, hingga kini belum ada. Peralatan perang kita? Dokter, tenaga medis, rumah sakit, APD, Ventilator, dan lain sebagainya bagaimana? Iya, memang ada dari sabang sampai merauke, dari miangas sampai pulau rote. Tapi ingat! Semuanya tak dirancang  untuk menghadapi musuh tak kasat mata yang tiba-tiba menginfeksi ratusan, ribuan bahkan jutaan manusia dalam tempo bersama!
Dan jika itu terjadi, sekuat dan secanggih apapun sistem kesehatan sebuah negara, maka yakinlah tak akan ada yang mampu mengatasinya. Tengoklah Amerika sang adidaya, saat kasus meloncat tajam, terjadi antrian rumah sakit, petugas medisnya gunakan plastik sampah akibat keterbatasan stok APD. Itali-pun demikian, gagap tatkala kematian per harinya mencapai ratusan akibat langkanya ventilator, dll. Dan kini, Indonesia sungguh berpotensi ke arah sana, jika Saya, Anda, Mereka (kita semua) masih saja abai dan seenaknya.
Nah, menghindari ledakan pasien dalam waktu bersamaan itulah yang menjadi tugas kita sebagai warga negara. Upayanya yaitu dengan memutus mata rantai penularan. Caranya? Sederhana tapi membutuhkan perjuangan. Cukup dengan tinggal/kerja di rumah saja, tunda berbagai kegiatan hingga Pemerintah resmi mencabutnya, ikut dan patuhi protokol kesehatan yang tersebar dimana-mana, mulai dari diri kita, jalankan dengan tanggung jawab dan komitmen tinggi untuk saling menyelamatkan orang tercinta. Jika terlaksana, maka Insya Allah Corona putus asa dan entah barangkali mati dengan sendirinya.