Radit langsung menghampiri sebuah taksi yang terparkir tepat didepan lobi bandara kuala namo, medan. Taksi itu bukan taksi bandara, tapi baru saja menurunkan penumpang disana, dan sepertinya Radit sangat terburu - buru diwaktu yang sangat tepat.
"Katamso ya pak!" kata Radit tanpa memperhatikan supir taksi itu, ia hanya asyi dengan telepon genggamnya yang masih terhubung. Supir taksi hanya mengangguk dan membuka bagasi, lalu mencoba keluar dari taksi untuk membantu Radit memasukkan kopernya kedalam bagasi. "Biar saya saja pak, cuma satu kok" kata Radit, kemudian supir taksi itu mengurungkan niatnya.
"Kita dari simpang pos ya pak...!" kata Radit setelah masuk kedalam taksi.
"Bukannya lebih dekat dari......" kata sisupir taksi menyadari penumpangnya sudah tidak sedang bertelepon lagi.
"Saya mau menenangkan diri dulu pak, sampai dirumah adik saya pasti cerewet sama persiapan nikahnya" kata Radit memotong ucapan supir itu. Radit tidak menyadari ketika supir itu menoleh kepadanya untuk sesaat. Lalu taksi pun berjalan, dan Radit mulai menelpon lagi, mengabari orang - orang bahwa ia sudah sampai di Medan dengan selamat sentausa.
"Kan gue udah bilang!!! Android gue lowbatt... jadi ga bisa ngapain - ngapain. Handphone yang ini juga bentar lagi mati!!!" kata Radit dengan nada yang cukup tinggi. Tidak perlu penjelasan bahwa pria itu sedang bertengkar melalui telepon.
"Tuh kan mati..." kata Radit melihat handphone candybar mungilnya yang sudah tidak berdaya. "Kenapa itu pak?" kata Radit, seketika saat melihat kemacetan didepannya.
"Ada yang meninggal mas, di jambur (balai) namaken" singkat supir taksi.
"Yaudah pelan - pelan aja pak..." Radit mencoba memperhatikan papan bunga yang berjejer dijalanan itu.
"Ini jalan juga enggak mas..." kata supir taksi itu, nadanya setengah menahan tawa.
"Itu lebih baik!" kata Radit tiba - tiba saat melihat papan bunga yang berjejer itu.