Mohon tunggu...
Dan Jr
Dan Jr Mohon Tunggu... Lainnya - None

私の人生で虹にならないでください、私は黒が好きです

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Indonesia dan Identitas yang Hilang

22 Desember 2016   09:02 Diperbarui: 22 Desember 2016   09:30 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semua orang yang tahu bahwa Indonesia itu ada, akan mengakui bahwa Indonesia adalah satu - satunya negara di dunia ini yang bisa tetap aman meski dengan keberagaman yang dimilikinya. Tak terhitung jumlah suku di Indonesia, Agama yang diakui pemerintah ada enam, namun faktanya masih banyak kepercayaan lain yang tumbuh subur di nusantara. Dengan segala perbedaan ini, Indonesia bersatu, dari perbedaan ini terbentuklah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Persamaan adalah sebuah ikatan, dan perbedaan tidak lebih sebagai pemersatu bangsa. Dan karena itu pula, Indonesia dengan bangga memboyong "Bhineka Tunggal Ika" ke seluruh sudut dunia. Amerika tidak bisa menyamai Indonesia, bahkan mendekati pun tidak. Rusia, Eropa, bahkan Malaysia sekalipun tidak bisa melakukan apa yang sudah dilakukan Indonesia selama berabad - abad. Tidak ada negara yang bisa menyamai rekor ini, satu pun tidak. Yang ada justru, mereka (negara lain) terpecah akibat kesamaan mereka sendiri. 

Bagaimana Uni Soviet runtuh akibat ideologi yang sama, bagaimana Korea terbelah, padahal nyaris tak ada perbedaan diantara keduanya. Uni Eropa pun mulai goyah dengan perginya Inggris dari persatuan negara - negara eropa itu. Amerika? jangan konyol! mereka masih berjuang menghadapi rasisme di negri mereka. 

Bahkan United Nation tak bisa menerima pemimpin tunggal dalam organisasinya, sebabnya pastilah karena perbedaan! Sehingga, hanya seorang sekretaris jendral yang memimpin lembaga dunia tersebut, meskipun menjadi rahasia umum bahwa keputusan strategis tetap diambil oleh Amerika dan kawan - kawan. Faktanya, hanya Indonesia yang punya perbedaan dan bisa menjaga keutuhan perbedaan tersebut.

Lalu identitas ini mulai goyah, ketika Indonesia akan lepas landas pada 1965. Indonesia berkecamuk hebat, demi meruntuhkan satu ideologi yang disebut komunis. Selama tiga puluh dua tahun Indonesia memperbaiki diri, menyingkirkan hal - hal "kotor" dari komunisme, menyingkirikan komunisme itu sendiri! Lalu pada 1998, pergerakan berubah, menuntut era baru, era demokratis yang indah menggulingkan rezim lama yang katanya diktator itu. Masuklah Indonesia di era reformasi, dimana lidah bisa berucap tanpa pikiran, dimana pikiran tak terlalu berguna untuk memikirkan mana benar dan salah. 

Sejak era reformasi, setidaknya sudah lima presiden yang memimpin Indonesia. Empat sebelumnya, nyaris tak tersinggung masalah perbedaan, meski disintegrasi muncul dimana - mana. Sejak dulu, ketika Ramadhan tiba, pusat perbelanjaan akan dihiasi ketupat, lagu - lagu Islami, pramuiaga dengan busana Islami. Kemudian, ketika natal tiba, bak bunglon mereka berubah dengan pohon natal, topi sinterklas, dan lagu - lagu natal. 

Selanjutnya saat imlek, maka wajahnya berubah lagi menjadi merah, budaya Imlek tercium dimana - mana, bahkan tak jarang dibuatkan patung lambang hewan yang menyimbolkan tahun yang baru (lambang shio). TIDAK ADA MASALAH! meski hanya tiga kebudayaan itu yang "dirayakan" oleh pebisnis di tanah air. Pemeluk Budha dan Hindu tidak berteriak "tak toleransi" meski mereka adalah pemilik tertua yang agamanya diakui di Negri ini.

Lalu, muncul Basuki Tjahya Purnama dengan segala kontroversinya. BTP dituduh menista salah satu agama di Negri ini, agama terbesar yang diakui Bangsa ini. Sejentik semua berubah harus mengikuti fatwa. Terlebih ketika BTP masuk ke ruang meja hijau, sibuk dengan persidangannya, para pembenci semakin menjadi - jadi. 

Dimulailah dari fatwa larangan umat muslim mengenakan kostum natal. Saya sendiri PERNAH memeluk agama kristen dan katholik, masih bingung kostum natal yang bagaimana yang dimaksud. Kalau yang diartikan sebagai kostum natal adalah topi sinterklas, maka berjuta - juta penduduk dunia beragama kristen tidak merayakan natal. Kalau pohon natal dianggap sebagai simbol natal, maka banyak anak negri ini yang beragama kristen tidak merayakan natal. Jangankan untuk membeli topi sinterklas atau pohon natal, untuk membeli sendal baru ke gereja pun mereka tak bisa. 

Pohon natal, Sinterklas, adalah bisnis semata. Sama seperti duplikat ketupat yang tergantung di pusat perbelanjaan saat lebaran. Yang mereka pikirkan adalah BISNIS! tidak percaya? bagi penikmat starbucks ketika lebaran tahun ini pasti pernah ditawari starbucks card baru dengan gambar ketupat dan didominasi warna hijau. Apakah itu membuat warung kopi milik amerika tersebut seketika menjadi Islami? tidak! yang mereka jual tetaplah kopi bukan kurma.

Cerita lain, yang baru heboh belakangan ini menyoal uang NKRI yang baru diedarkan. Lima dari sebelas pahlawan nasional yang gambarnya diabadikan adalah tokoh non - muslim. Seketika komentar pedas bergelayut di twitter, yang langsung ditumpas oleh akun TNI AU. Selanjutnya tokoh Cut Mutiea yang tidak berhijab di uang baru pun menjadi sorotan, yang ahli waris beliau sendiri tidak mempersoalkan. Indonesia benar - benar kehilangan identitas kebanggaanya. Perbedaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun