dan selamanya aku akan menjadi bersalah, namun aku takkan pernah menyerah
kusimpan duka ini sendiri, demi buah hati yang tak ingin kecewa lagi
Tatapan matanya sendu, menatap pada wanita lain dihadapan yang siap sekali lagi menghakiminya. Mereka terpisah oleh sebuah meja bundar, di dalam ruang remang yang baginya tak lagi menakutkan. Tubuhnya terbalut biru mengagumkan, kepalanya bertudung menyimpan kesucian. Belum satu kata terucap dari bibirnya, air mata sudah tumpah bergelinang. Rasa bersalah menghukumnya pada titik manusia paling hina yang pernah dirasakannya.
"Saya tidak berharap orang lain untuk mempercayai saya" katanya menahan seguk duka "Apa yang pernah saya lakukan adalah sebuah kesalahan".
Ketika pertanyaan mengenai dirinya yang adalah seorang ibu, tentang kepedihan anak - anaknya, tentang beban yang diberikan pada semesta yang dahulu memujanya.
"Saya bukan ibu yang baik" dia roboh dalam tangisan, berharap tidak ada lagi kata yang menyakitkan terucap pada telinganya "anak saya pernah memukul temannya, hanya karena ingin segera bertemu saya" dia tidak berusaha menjual derita.
Derita yang sudah dirasakannya selama satu dekade dibalik tralis besi. Derita yang sudah dirasakannya ketika semua orang yang dipercaya, justru pergi perlahan meninggalakannya yang ternista. Derita yang sudah dirasakannya ketika tidak dapat menatap anak -- anak bertumbuh dengan kedua matanya.
"Demi lima sampai tiga puluh menit..." suaranya menjadi parau "... saya bukan ibu yang baik"
Kesenangan yang diterima dari sebuah kesalahan. Anak - anak bertabur kemewahan oleh uang yang membawanya pada penyesalan. Dia bertaruh, dalam kebebasan, tidak akan menyentuh sekali lagi, membuat keluarga terkorbankan.