Maju mundur, tarik ulur aturan pembelajaran tatap muka akhirnya membawa dampak buruk bagi pendidikan tanah air. Setidaknya di Medan, salah satu sekolah menengah atas negeri, entah sengaja atau tidak, siswa kelas sepuluh dan sebelas ternyata menjadi pengangguran setelah kebijakan PTM ditarik kembali oleh pemerintah.
Entah wali kota Medan atau Gubernur Sumatera Utara mengetahui hal ini atau tidak, belum ada informasi pasti. Namun, kabar ini didapatkan dari salah seorang orang tua siswa di salah satu SMA Negri di Medan yang kebetulan putranya kini duduk di kelas sepuluh.
Dalam percakapan singkat, orang tua tersebut mengeluhkan anaknya yang kini tidak mendapatkan pembelajaran lagi dari sekolah. Ketika ditanya apakah sekolah dari rumah dilakukan, jawabannya mengejutkan. Bahwa sekolah dari rumah pun tampaknya ditiadakan. Pihak sekolah hanya mengutamakan siswa kelas dua belas yang kini memang akan menghadapi ujian akhir medio april nanti.
Lalu bagaimana dengan siswa kelas sepuluh dan kelas sebelas. Terlebih sekarang ini kita sudah berada pada semester dua tahun pelajaran, yang artinya dalam hitungan bula para siswa ini akan segera belajar di jenjang berikutnya, naik kelas. Bagaimana materi pada kelas sebelumnya saja belum diserap oleh siswa, namun kemudian diharapkan dapat berpacu dengan waktu pada tingkat selanjutnya.
Kelas online saja sebenarnya tidak menjamin daya serap siswa bisa seperti yang diharapkan. Bahkan pun kegiatan belajar mengajar normal diadakan, masih banyak siswa yang kerap gagal dalam pelajaran. Apalagi dengan tidak menerima pelajaran sama sekali, apa yang diharapkan sekolah dari siswanya.
Bahwa ada alternatif lain untuk mendapatkan pelajaran seperti bimbingan belajar adalah benar. Tapi tidak semua orang tua siswa mampu membayar biaya bimbel yang tidak murah itu. Disamping itu, biasanya pengajar bimbel adalah mahasiswa semester akhir dibangku kuliah. Jelas metode mengajarnya akan berbeda dengan guru yang sudah berpengalaman menghadapi siswa setiap harinya.
Maka sudah sepatutnya pemerintah benar -- benar mengkaji tentang aturan pendidikan kita dimasa pandemi ini. Pemerintah bisa mengesampingkan pandemi pada saat beberapa pilkada lalu, apakah kali ini pemerintah tidak dapat berlaku sama. Bukankah seluruh siswa sudah diwajibkan vaksin sebelumnya, untuk menghindari penularan virus?
Sibuk dengan Ibu Kota Baru tidak menjadi persoalan. Hanya saja, menurut janji pemilu 2019 lalu, pada periode ini Presiden akan menomor satukan sumber daya manusia. Nah, kalau siswanya saja jadi pengangguran, bagaimana SDM kita bisa berkembang?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H