Badanku masih terasa hangat, sebab semalam tiga jam bertarung melawan hujan, atau lebih tepatnya menikmati rintikan kesedihan. Sudah dua tahun lebih, dia dan aku dipisahkan jarak dan waktu. Belum lagi kesibukannya di negara orang yang membuat pesan -- pesan dariku mungkin saja tenggelam atau bahkan diabaikan. Kalaupun dia membalas pesan, biasanya hanya secukupnya saja. Aku, tetap saja merasa sebuah ketenangan walaupun cuma mendapat satu bait kata darinya. Setidaknya, dia tidak benar -- benar melupakanku.
Tapi, semalam berbeda. Obrolan kami lebih panjang dari biasanya selama beberapa bulan terakhir. Aku memberanikan diri bertanya ; apakah ada seorang lain yang sedang bersamanya kini. Maksudku, dia dan aku belum pernah benar -- benar meresmikan hubungan ini. Ibarat kata, kisah kami menjadi gantung ketika dia sudah harus melangkahkan kaki jauh ribuan kilometer di timur dunia sana.
Benar kata orang, jika kau ingin menyembuhkan diri, jangan mencari yang justru membuatmu terluka lebih dalam. Dari pertanyaanku tadi, dia menjawab singkat. Katanya saat ini dia memang sedang dekat dengan seseorang. Dengan pria lain yang hidup satu kota dengannya, bisa bertemu setiap hari, tidak harus melakukan cinta virtual seperti saat bersamaku.
Jelas saja, dia menjawab keseluruhan sikapnya selama beberapa minggu belakangan terhadap pesanku. Kau tau, ketika aku sibuk mencari topik pembicaraan, membiarkan mata terjaga menyesuaikan waktu dengan kebiasaannya, dia tampaknya tidak perduli sama sekali. Pembicaraan kami lebih mirip sebuah wawancara sepihak yang hanya dijawab sekedarnya saja.
Memang salahku, setahun lalu aku berjanji aku akan menemuinya disana. Tapi aku tidak berdaya, ketika pemerintah melakukan peraturan ketat saat akan melakukan perjalanan ke luar negeri. Belum lagi perlahan tabunganku habis, sebab pekerjaan yang semakin tidak menentu. Tapi aku tidak pernah mencoba mengeluhkan kondisi ini kepadanya. Aku hanya ingin dia tau kalau aku baik -- baik saja, aku hanya ingin tau kalau dia baik -- baik saja.
Yang membuatku kini tidak bisa beranjak dari dia adalah ; sebab aku menyadari dia satu -- satunya pria yang akan bisa memahami segala kekuranganku. Dan dia pasti memahami betul, di malam terakhir dia dan aku menghabiskan waktu bersama. Ada cinta disana, remang malam menjadi saksi aku tidak akan pernah bisa melepaskannya.
Tiga dering telepon, aku mengabaikannya. Aku sedang tidak berhasrat berbicara dengan siapapun hari ini. Kuambil satu pil parasetamol, menenggaknya dengan segelas teh manis hangat yang sudah kusiapkan sebelumnya.
Hari ke -- 60 tahun ini. Aku sedang berusaha untuk tidak merasakan pedihnya sebuah luka dihati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H