Sudah jam sepuluh malam, ketika dia akhirnya mengambil sebuah keputusan. Ditatapnya sekali lagi jaket loreng, yang dulu pernah dia pinjam, dilipatnya rapi menyimpannya pada lemari bagian paling dalam.
Jendela kamarnya masih terbuka, saat hujan mulai menari membasahi kota. Cukup deras, semakin deras, membuatnya tertawa seperti sudah hilang waras.
Dimatikannya ponselnya, diletakkannya dibawah bantal. Diliriknya kunci mobil yang tergeletak di meja tempat dia biasa merebahkan penat, tapi dirinya tak tergoda bahkan untuk menyentuh berharap tak akan lagi ada sesal.
Dibawah hujan dia berjalan. Genangan air ditebasnya dengan langkah perlahan. Beberapa orang yang sedang meneduh, menatapnya curiga. Dia tidak perduli, dia hanya ingin melampiaskan rasa.
Sebuah mobil dengan kecepatan cukup, menyiramkan genangan air pada tubuhnya. Dia tidak marah meluapkan benci, dia hanya meneruskan langkah kaki membiarkan hujan terus membasahi diri.
Dikenangnya lagi percakpan singkat tadi. Dengan seseorang yang sampai malam ini masih dia nanti. Ketika pujaan hati itu mengumumkan dia sudah bersama seorang lain kini, hatinya menolak untuk mengumpat meski kesal dalam diri.
"apakah aku tidak pantas untuk dicintai?" katanya, ketika hujan deras berubah menjadi rintik yang malu -- malu membunuh rindu.
Satu persatu air matanya jatuh membasahi pipi. Bergelimang duka menanti sebuah cerita luka. Tepekur diam, duduk dipinggir jalan, menanti satu atau dua mobil menyiramkannya lagi air membangunkannya dari mimpi. Tapi jalanan sudah sepi, mungkin orang -- orang sudah berada dalam dekapan kekasihnya masing -- masing kini. Ketika air matanya habis, hujan berhenti menangis.
Sebuah patah kini menjadikannya kembali lemah. Dia menjadi kehilangan arah. Tidak punya lagi keinginan untuk berkisah. Tapi hidup tetap harus berjalan. Meski kini dia sadar tak akan ada lagi seseorang dalam dekapan. Dipungutnya satu -- persatu luka yang kini menjadi sebuah cerita. Dibawanya melangkah pulang, berharap mungkin punya kesempatan untuk merebahkan badan.
Malam ini dia terluka, sangat dalam. Sama seperti kali pertama dia dikhianati cinta, kali ini tiada rasa yang berbeda. Setelah menangis dibawah hujan, dia sadar pada sebuah kenyataan. Bukan seseorang disana yang sedang mengirimkannya pada sendu ini, tapi dia sempat terlalu yakin kalau dirinya memang ditakdirkan untuk saling mencintai.