Nama dua presenter kondang menjadi perhatian public belakangan ini. Adalah Najwa Shihab, sang pemandu acara "Mata Najwa", juga Karni Ilyas senior yang seringkali jadi bintang utama di acaranya sendiri "Indonesia Lawyers Club" digadang -- gadang menjadi moderator Debat Capres berikutnya.
Mengingat secara terang benderang, keduanya berada pada dua sisi yang berbeda dalam pilpres kali ini, bahwa Najwa adalah seorang Jokower dan Karni setidaknya berusaha menunjukkan diri sebagai antithesis Najwa dengan "berlabuh" dikubu Prabowo maka tipis sekali kesempatan keduanya akan memandu debat yang disediakan KPU.
Mungkin satu -- satunya alternative yang bias digunakan untuk mengundang Najwa juga Karni sebagai tuan rumah debat adalah dengan menduetkan keduanya, seperti yang dilakukan pada Ira Koesno dan Imam Prayono.
Tapi, kemungkinan ini juga tampaknya mustahil, mengingat senioritas keduanya dan sekali lagi mereka berdiri pada kubu yang berseberangan, secara terang benderang. Menduetkan keduanya, seperti akan mengakomodasi keinginan kubu Jokowi sekaligus kubu Prabowo.
Tapi hal ini juga ibarat menyatukan minyak dan air. Sudah cukup kita dipertontonkan pada debat pertama yang seolah hendak menawarkan tensi tinggi politik, tapi ternyata hanya basa-basi pemanasan saja.
Selain itu, figure Najwa dan Karni bukan sosok tepat untuk menjadi moderator debat capres yang mana kita semua tahu bahwa pertanyaan sudah terarah, terstruktur, dan tidak meninggalkan celah untuk dipertajam.
Najwa dengan kebiasan mengundang satu atau maksimal empat tamu dalam acaranya, tidak terbiasa mengajukan pertanyaan tanpa dilanjutkan pertanyaan berikutnya. Kita semua pasti memahami, bahwa Najwa seringkali bertanya "Apa" kemudian "Bagaimana" lalu "Mengapa" memberondong tamu di acaranya, sehingga kebanyakan mereka panas dingin bila berhadapan dengan mantan Wakil Pimred Metro Tv itu.
Lain halnya dengan Karni, yang terbiasa mengundang minimal delapan orang pada acaranya. Karni lebih suka membagi "pandangan" para tamu satu dengan yang lain. Setelah bertanya pada si "A", Karni akan mengajukan pertanyaan sama kepada si "B".
Lalu dua kubu di ILC akan berusaha semampu mungkin untuk menunjukkan bahwa mereka tetap pada pendiriannya, tidak peduli salah atau benar, yang penting ada argument yang keluar.
Melihat debat yang sering kita saksikan sejak 2009 lalu, paslon akan tetap pada jawaban normative. Najawa tidak bisa menggeser pertanyaan menjadi lebih dalam, sebab akan dikatakan keluar dari peraturan dan pertanyaan yang sudah diajukan KPU. Karni tidak bisa membagi kesempatan bagi capres dan cawapres untuk berbagi pandangan dengan waktu yang sangat terbatas.
Satu -- satunya cara untuk "menyelamatkan" keinginan public melihat Karni juga Najwa "memporak porandakan" pondasi visi -- misi paslon adalah dengan mengulang yang dilakukan Najwa pada pilkada DKI silam.
Mata Najwa mengundang dua paslon capres -- cawapres untuk diadu gagasan serta visi misinya. Indonesia Lawyers Club juga melakukan hal sama. Dengan demikian, kita juga bisa menyaksikan, mana wartawan yang professional menjalankan tugasnya, mana yang tidak.
Sebab debat resmi KPU tidak bisa menjadi setajam Mata Najwa apalagi seriuh Indonesia Lawyers Club.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H