Sejak menjadi viral di media sosial, tewasnya suporter Persija masih adalah bahan perbincangan saat ini. Dan kali ini, untuk kesekian kalinya pihak korban menjadi yang tersalahkan.
Entah apa yang sudah terjadi pada nurani, tapi kalau kita berpikir sedikit saja dengan hati. Tindakan keji seperti apapun, tidak bisa dimaklumi atau justru menyalahkan yang terdzalimi.
Ceritanya, mulai ada perbincangan yang mengatakan suporter Persija memang tidak seharusnya datang langsung mendukung klub kesayangannya di kandang lawan.
Terlebih, lawan kali ini adalah Persib yang katanya punya sejarah masa lalu dengan Persija. Ibarat kata, kalau supporter Persija nekat hadir mendukung klub jagoannya dikandang Persib, sama saja cari mati.
Ada lagi tambahan, bahwa sang korban pengeroyokan mengambil photo KTA suporter Persija-nya tepat dihalaman stadion milik Persib.
Hal ini, memicu kemarahan dan akhirnya terjadi insiden memilukan tersebut. Meskipun, photo KTA yang ditunjukkan sudah "tidak layak" dan tampaknya photo itu diambil justru setelah pengeroyokan terjadi. Tapi, korban tidak bersalah. Tidak ada hukum yang dilanggar.
Menyalahkan korban adalah bukti kita sudah tidak punya nurani untuk berpikir. Kehilangan rasa simpati apalagi sebuah empati.
Sekali lagi, kasus ini bukan soal dukung mendukung sepak bola. Ini adalah tragedi kemanusiaan. Permintaan maaf Ridwan Kamil sebagai gubernur Jawa Barat belumlah cukup, simpati Anies Baswedan tidak menyembuhkan keadaan. Seseorang mati, diperlakukan bahkan lebih buruk daripada binatang sekalipun.
Lalu, sadarkah kita dimana kita berdiri saat ini?
Dibumi yang sama dengan para binatang liar. Binatang yang tidak pernah mencabik sesamanya kecuali karena terancam atau lapar. Kita manusia masih punya akal.
Tapi, seringkali tidak punya rasa iba meski hanya sejengkal. Haruskah setiap saat kita menyaksikan pertumpahan darah sia -- sia sebab fanatisme berlebihan.