Mohon tunggu...
Dan Jr
Dan Jr Mohon Tunggu... Lainnya - None

私の人生で虹にならないでください、私は黒が好きです

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ada Lagi yang Mati!

23 September 2018   23:56 Diperbarui: 24 September 2018   00:15 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seolah kita adalah seorang barbarian, tak kenal ampun, tak hargai nyawa. Memangnya apa salah orang lain bersebrangan dengan kita?

Jatuh cinta pada seseorang ada batasnya. Ketika anda dikecewakan, rasa cinta itu bisa berhenti kapan saja. Begitupun rasa cinta terhadap klub sepak bola yang tetap saja memiliki batasan tertentu. Bukan karena seorang manusia cinta mati pada klub lawan anda, anda harus membunuh orang tersebut. Bagaimanapun hal itu tidak dibenarkan, bukan hanya oleh hukum tapi juga oleh kemanusiaan.

Melihat sosial media hari ini, hati merasa kecewa. Bukan pada siapa, tapi pada apa yang telah terjadi. Seorang pengagum klub sepak bola, entah bagaimana cerita tewas ditangan pendukung lawannya. Bukan hanya tewas, tubuhnya yang sudah tak bernyawa masih harus diseret dijalan raya. Saya tidak akan membandingkan, tapi seekor kucing yang mati dijalan saja kita bersedia untuk menguburkannya secara layak. Ini, manusia! Sama -- sama punya akal, sama -- sama punya hati, sama -- sama punya nurani. Kenapa harus diperlakukan begitu keji?

Kematian, bagaimanapun tidak bisa disesali. Bagaimana cara malaikat maut menghampiri hanya Tuhan yang bisa mengetahui. Tapi, ada pilihan bagi manusia yang katanya berakal budi. Mungkin, korban akan tetap meninggal meski tidak dikeroyok massa. Tapi, itu hanya mungkin. Sebab- mungkin saja seharusnya korban belum meninggal dan masih tertawa bersama keluarganya saat ini. Tapi, akhirnya harus dipaksa untuk berhenti menghirup anugerah Ilahi hanya karena gengsi cinta yang tak akan dibawa mati.

Hari ini, seluruh Bangsa Indonesia harusnya berduka. Bukan saja pada kematian seorang pemuda pecinta sepak bola. Juga pada kemanusiaan yang perlahan menyingkir dari dirinya. Akal kita sudah hilang. Pikiran kita entah kemana. Nafsu selalu menang atas keberadaban. Sampai -- sampai sesama manusia pun kita saling tiada memberi penghargaan.

Ini bukan literasi kemanusiaan. Tapi sebuah tegurah peradaban. Hari ini dia yang mati, besok siapa lagi? Haruskah kita menumpahkan darah setiap kali menunjukkan cinta yang begitu besar yang dibalas dengan entah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun