Zaman ini sudah semakin tua. Kendati demikian, dunia semakin modern dan teknologi semakin keren. Gaya hidup kalau tidak modern dibilang primitif. Akhlak manusia semakin jauh dari nilai-nilai agama. Pendidikan yang berbasis Islam hendak disikat habis. Sehingga tauran, maksiat, prostitusi, korupsi, dan tindakan ekstrimisme ada di mana-mana. Mulai dari permasalahan terkecil hingga yang terbesar tidak asing kita melihatnya di berbagai Platform masintream. Itu indikator bahwasanya dunia sudah diujung batas.
Lantas, apakah tahfizh menjadi solusi?
Tentunya, tidak cukup kalau hanya bermodalkan tahfizh. Tapi, kalau dijadikan sebagai asas untuk penunjang pendidikan yang lain, iya. Niscaya semua tatanan kehidupan masa mendatang akan semakin cemerlang. Karena kalau semua permasalahan yang kerap dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, seperti problematika yang di atas, dikembalikan kepada tahfizh, maka semua permasalahan akan bisa teratasi dengan mudah.
Berdasarkan dari berbagai literatur sejarah mengatakan Islam pada abad pertengahan pernah berjaya. Disitulah masa keemasan umat Islam. Semua peradaban dunia kala itu, menjadikan Islam sebagai referensi kemajuan dan keadaban. Hampir semua sektor kehidupan Islam dijadikan sebagai rujukan umat dari berbagai belahan dunia. Baik ia sektor ekonomi, politik, kedokteran, pertanian, pendidikan, tekhnik dan lain sebagainya.
Kenapa bisa seperti itu? Karena ulama dulu, tidak belajar yang lain kecuali mereka tahfizh terlebih dahulu. Sehingga ketika Al Qur'an sudah di kepala, akan semakin mudah mempelajari yang lain. Akan sangat membantu untuk mengingat pelajaran yang lain.Â
Sehingga tidak jarang setiap ulama dulu, mumpuni dalam banyak bidang. Seperti Ibnu Sina (Avicena) sebagai ilmuan Islam yang beken di Eropa dan di belahan dunia Timur. Beliau selain ahli kedokteran, dikenal juga sebagai filsuf, fisikawan disamping memahami ilmu-ilmu keislaman secara komprehensif.
Banyak lagi ulama Islam lainnya yang sangat terkenal dan banyak karya. Dengan itu, orang-orang Eropa banyak mengadopsi keilmuan dan kemajuan lewat karya-karya ulama muslim tadi. Sehingga dengan dasar pengadopsian itu, Eropa bisa semaju sekarang. Masyarakat Eropa belajarnya kala itu sama ulama muslim. Mereka sangat antusias datang ke wilayah bagian Timur untuk menuntut ilmu bersama para ulama muslim.
Kembali fokus ke topik pembahasan lagi. Kemajuan itu, berawal dari tahfizh. Seperti ulama dulu. Maka anak-anak muda mulai usia TK sekarang, selain mempelajari ilmu-ilmu dasar keislaman yang lain, sebaiknya yang diunggulkan pelajaran tahfizh.Â
Dengan tujuan, ketika si anak dibiasakan mengingat dan menghafal sedari kecil, otaknya akan semakin terasah seiring mengalami pertumbuhan. Kalau sudah terasah, maka otak yang tadinya diam, kurang terasah, akan semakin tajam. Jika sudah tajam, otak anak akan semakin mudah menangkap dan memahami pelajaran-pelajaran yang lain.
Pertanyaannya sekarang, tahfizh yang bagaimana? Tentunya tahfizh yang dinamis, komprehensif dan relevan sama perkembangan zaman. Bukan ketika anak belajar tahfizh, fokus itu saja.Â
Tidak belajar ilmu penting dan ilmu penunjang lainya. Tapi, hendaknya tahfizhnya itu berbasis sains dan tekhnologi. Di samping anak belajar sains dan teknologi, ia juga unggul dibagian tahfizh. Sehingga sains dan teknologi itu, bisa berazaskan nilai-nilai tahfizh.
Tahfizh yang berbasis sains dan teknologi, akan melahirkan ilmuwan-ilmuwan seperti dulu lagi. Pas ketika masa kejayaan Islam di atas. Karena untuk menemukan ilmuwan dewasa ini sangat mudah. Untuk mencari pakar sains, dan teknologi tidak kesulitan mencarinya. Tapi, mencari orang yang mumpuni dalam sains dan keislaman hampir sulit menemukannya sekarang. Apalagi yang berasal dari kalangan pembelajar muslim yang tahfizh. Bisa dikatakan hampir jarang.