Istilah yang Kerap Disalahpahami dalam Dinamika Tahfizh
Tidak aneh kalau melihat banyak fenomena dalam dinamika tahfizh Al Qur'an. Orangtua ramai mengantarkan buah hatinya ke pesantren karena ingin anaknya menjadi seorang hafizh. Namun, dalam menghafal Al-Qur'an ada banyak istilah yang di mana, orangtua masih belum mengerti. Atau bisa dikatakan sebagian orangtua salah paham terhadap istilah itu.
Apa saja istilah tersebut, dan apa saja pengertiannya? Ikuti tulisan ini hingga selesai agar pembaca bisa membedakan istilah yang ada dalam dinamika tahfizh Al Qur'an. Agar orangtua yang anaknya seorang penghafal, bisa menjadi penghafal sejati. Bukan hanya sekadar menghafal saja. Karena ketidak pahaman orangtua akan hal yang akan diulas, banyak orangtua yang kebingungan ketika mendengar beberapa istilah yang dimaksud.
Pertama, hafal. Di mana si anak membaca berulangkali ayat yang ingin dihafalkan. Sampai berapa kali pengulangan agar si anak bisa dikatakan hafal? Tergantung kecepatan daya tangkap si anak. Setiap orang pasti beda-beda. Tapi, biasanya mulai dari lima sampai dua puluh kali pengulangan. Apakah yang dibaca perhalaman atau perayat? Untuk lebih mudahnya, sebaiknya yang dibaca untuk dihafal, pertama-tama cukup ulang-ulangi per-ayat. Lalu per dua ayat. Per tiga ayat. Per empat ayat. Per lima ayat. Dan seterusnya. Maksudnya, setiap penambahan ayat, si anak harus melakukan penggabungan. Dan pada proses penggabungan tidak cukup kalau hanya baca sekali saja. Tapi, bacalah sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Sampai misalnya setiap ayat yang dihafal bisa disambung terus-menerus hingga batas ayat terakhir yang dihafal. Dan begitulah seterusnya hingga selesai 30 juz.
Kedua, setoran. Setoran itu sejumlah hafalan yang akan disimakkan kepada ustadz atau guru. Sementara makna setor adalah pekerjaan memperdengarkan hafalan itu sendiri. Bisa juga, sebelum diperdengarkan kepada guru, si anak setor dulu kepada teman ataupun seniornya. Gunanya untuk memanimalisir kesalahan. Kesalahan disini bisa jadi dari segi harokat, fashohah, atau kelupaan ayat. Ketika sudah disetorkan kepada teman, hasilnya akan lebih bagus ketika disetorkan kepada guru. Kualitas hafalannya akan lebih maksimal ketimbang sebelum disetorkan kepada teman. Itu biasa dilakukan oleh anak-anak tahfizh.
Kegiatan setor menyetor ini, tidak hanya sekali lewat saja. Tapi, terhitung mulai dari pertama si anak memperdengarkan hafalan kepada gurunya hingga kegiatan ini dilakukan berulang-ulang dan intensif. Maksudnya, bukan sampai sebatas selesai 30 juz saja. Boleh jadi, setelah tuntas 30 juz, si anak akan menyetor ulang hafalannya kali kedua ketiga keempat dan seterusnya. Intinya, berlaku hingga tahap mutqin dan seterusnya. Jangan dianggap ketika sudah selesai satu putaran, tidak ada lagi kegiatan setor-menyetor. Tidak! Sekali lagi, dia ada hingga maut menjemput. Hanya saja, banyak orang setelah wisuda, tidak mau setor lagi. Karena sungkan, hafalan dan mental tidak siap. Padahal kalau tidak bisa menjaga hafalan itu, sebaiknya setor ulang itu menjadi tradisi bagi penghafal yang malas-malasan muroja'ah. Atau yang belum terlatih muroja'ah mandirinya.
Ketiga, muroja'ah. Kata muroja'ah  berasal dari bahasa Arab yang bermakna mengulang-ulangi ayat yang dihafal. Baik ia ayat yang baru disetorkan ataupun yang sudah lama. Semua hafalan, bagi pengahfal Al Qur'an harus memurojaahnya secara intensif. Mengulang-ulangi ayat tersebut mulai dari ia menghafal, sampai selesai. Bahkan hingga ajal menjemput. Karena yang namanya hafalan kalau tidak dimurojaah, akan cepat lupa. Sedangkan dimurojaah saja bisa lupa, bagaimana dengan yang tidak dimurojaah sama sekali?
Muroja'ah bisa dilakukan kapan dan di mana saja. Dan caranya juga cukup variatif. Bisa dengan membaca Al-Qur'an tanpa melihat dengan suara nyaring. Ada yang membacanya sambil melihat dengan nada perlahan. Bahkan dalam kenderaan bisa juga sambil dengarin murottal. Lebih baiknya lagi, sambil dengarin sambil ikutin. Di antara varian muroja'ah tadi, tingkatan yang paling bagus tentunya yang pertama. Karena yang diharapkan dalam kegiatan muroja'ah ini adalah selain pahala bacaan, kualitas muroja'ah yang maksimal. Muroja'ah yang berkualitas akan mengantarkan hafalan menjadi mutqin. Sementara kalau muroja'ahnya biasa saja, hanya sambil lewat, itu sebatas membuat hafalan tidak mati total. Â Atau dalam bahasa lain, tidak lupa parah.
Keempat, mutqin. Kata mutqin berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti kuat. Kuatnya hafalan seseorang itu cukup menandakan bahwasanya hafalannya mutqin. Mutqin itu, selain kuat, tidak ada lupa dalam hafalannya.
Untuk menjaga kemutqinan ini, penghafal harus senantiasa bermuroja'ah. Karena hafalan yang mutqin alias hafalan yang sudah lama dihafal, dan benar-benar lancar mempunyai potensi besar untuk lupa. Itu makanya meskipun sudah mutqin, harus tetap muroja'ah yang banyak. Agar kemutqinan itu tidak melemah.
 Cara untuk bisa mutqin itu tiada lain kecuali dengan memperbanyak muroja'ah dan terus istiqomah dalam muroja'ah. Jangan sampai muroja'ahnya musiman.  Ketika lagi rajin, muroja'ahnya luar biasa banyaknya. Pas ketika lagi malas, muroja'ahnya tidak ada sama sekali. Jangan seperti itu. Setiap penghafal yang ingin hafalannya mutqin, harus mengaplikasikan cara yang tadi. Baik ia lagi malas, maupun semangatnya lagi stabil.
Semoga dengan uraian ini, para pembaca paham sehingga tujuan dari tulisan ini seperti apa yang sudah disampaikan di atas, bisa tercapai. Kalau ada pertanyaan, silahkan dikolom komentar. Dan jangan lupa follow kami, agar terus update tulisan terbaru kami. Terimakasih...