Maka jelas, bisa jadi anak yang mengaku sudah hafal surat ini, itu dan sekian juz atau bahkan seluruh juz Al Qur'an, barangkali baru selesai setorannya. Adapun hafalnya, jika dipahami dengan penjabaran yang di atas, sejatinya belum dikatakan hafal. Karena sekali lagi hafal itu, harus benar-benar lancar tanpa salah dan kudu kuat dalam ingatan dengan cara dimuroja'ahin terus menerus. Hingga setoran itu benar-benar melekat pada otak dan jiwa anak.
Oleh karena itu, sudah sebaiknya setiap orang tahu apa yang dikatakan dengan hafal agar terhindar dari kesalahpahaman. Konsekwensinya seringkali ada orang yang menyalahkan penghafalnya karena tidak adanya pembuktian. Kalau tidak ada pembuktian berarti harus dipahami oleh setiap anak bahwa ia baru sekadar menyelesaikan serangkaian setoran. Belum hafal benaran. Kalau dia sudah mengulang-ulangi setoran itu, sampai benar-benar lancar, terus menerus hingga menjadi rutinitias hariannya, barulah sah ia mengaku dan diakui hafal. Itupun baru secara  teksnya. Ketika sampai ia benar-benar bisa lancar sekaligus mengamalkannya, baru sah diakui sebagai penghafal Al-Qur'an yang sejati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H