Mohon tunggu...
Damri Hasibuan
Damri Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Yang haus akan ilmu itu adalah para penuntut ilmu itu sendiri

Tulislah, maka kamu akan mengabadi!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Banyak Anak yang Mengaku Hafal Al Quran namun Tidak Hafal, Kenapa?

19 Januari 2022   10:00 Diperbarui: 3 Juli 2022   20:44 1160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tahu tidak, dalam dunia menghafal Al Qur'an, banyak sekali fenomena anak yang mengaku-ngaku hafal. Tapi sebenarnya tak hafal. Melainkan hanya sekadar klaim. Sekali lagi baru klaim. Dan setiap klaim itu, belum tentu benar. Kemungkinan benar atau lebih seringnya salah. Untuk mengetahui kebenaran klaim itu perlu pembuktian mendasar.

Sebelum pembuktian, kita harus sama-sama sepakat dalam memaknai istilah hafal. Kata hafal yang cocok dialih bahasakan kebahasa Arab adalah kata hafazha yang berarti hafal. Tapi, kata hafazha dalam artian yang sesungguhnya tidak ada padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Karena maknanya sangat berat dan mendalam. Bukan hanya sekadar hafal secara zhahirnya (teks) saja.  Tapi, juga batinnya (tesktual). Kalau diartikan kata hafizha secara luwes menjadi hafal (menjaga/memelihara, melestarikan) luar dan dalam apa yang dihafal.

Adapun landasannya sangat banyak. Antara lain ayat 9 surat Al Hijr, yang sesungguhnya Allah sendiri  menegaskan bahwa Dialah yang telah menurunkan Al Qur'an sekaligus menjamin Dia yang akan menjaganya hingga hari kiamat. Yang perlu di garis bawahi adalah kata menjaga. Apakah Allah hanya menjaga dari sisi zhahir teks lafazh ayat atau menjaga dari segi maknanya saja  atau kedua-duanya? 

Untuk mengetahui jawabannya, Raghib Al Asfahani ketika  menafsirkan ayat di atas,  beliau menyebutkan dalam karyanya, Al Mufradaat fi Ghariibi Al Qur'an, bahwa Allahlah yang akan  menjaga kemurnian Al Qur'an dari segala upaya penyelewengan tangan-tangan jahil. Baik dari segi tekstual maupun kontekstual. 

Dalam istilah bahasa Arab sering kita dengar kata hafizh (isim fai'l). Yang berarti dia seorang yang suka menghafal Al Qur'an atau bahkan sudah menjadi rutinitasnya sebagai penghafal. Misalnya anak yang kesehariannya diisi dengan Al Qur'an layak disebut sebagai penghafal Al Qur'an dan cocok juga disebut dengan penjaga Al Qur'an. Tapi, tidak biasa kita dengar di Indonesia.

Untuk memudahkan pemahaman kita, penjaga itu dalam contoh lain katakanlah sebagai  security alias satpam. Yang bertugas sebagai penjaga tempat yang dia jaga. Walaupun dia duduk di loket jaga, Tapi dia harus bertanggung jawab atas semua yang di dalam. Sekiranya terjadi kehilangan, pencurian dan perampokan pada tempat yang dia jaga, maka security yang harus bertanggung jawab.

Contoh di atas hanya sebagai ilustrasi saja. Untuk mendekatkan pemahaman pembaca. Bahwa artinya adalah seorang penjaga harus bertanggung jawab luar dan dalam dari tempat yang dia jaga atas segala marabahaya. Begitupun sebenarnya penghafal, harusnya dia bertanggung jawab akan Al Qur'an yang dia hafal. Baik secara teks maupun secara makna. Karena sesungguhnya keduanya saling beriringan. Tidak bisa dipisahkan antara penjagaan teks dan pengamalannya.

Setelah makna kata hafal cukup jelas, perlu lagi menguraikan arti kata hafal yang disandingkan dengan Al Qur'an agar lebih jelas. Hafal Al Qur'an adalah masuk dan melekatnya dalam pikiran penghafal Al Qur'an terhadap ayat yang dia hafal. Misalnya kalau ada orang yang menuturkan bahwa dirinya hafal surat Al Ikhlas, tapi ketika dites, masih lupa-lupa setiap awal ayat, belum dikatakan hafal secara sempurna. Tapi, kalau dia sudah berhasil baca dari awal sampai akhir Al Ikhlas tanpa salah, baru  itulah yang dinamakan dengan hafal. 

Setelah sepakat makna hafal seperti pemaparan di atas, sudah kebayang, kan betapa beratnya pemakaian diksi istilah hafal itu? Bukan main-main. Apalagi jika disematkan dengan lima, sepuluh, lima belas hingga tiga puluh juz. Kendati demikian, tidak jarang saya jumpai anak yang ngaku-ngaku hafal, tapi giliran dites, ternyata belum hafal dalam artian yang sesungguhnya. Maka sebaiknya setiap orang bisa membedakan antara arti hafal dengan belum. Jangan keburu percaya ketika anak mengabarkan dirinya sudah hafal sekian surat ataupun beberapa  juz dari Al Qur'an, sebelum ada pembuktian. 

Ketika orangtua mempunyai anak yang katanya hafal, jangan terlanjur senang dulu. Dan jangan keburu puas. Apalagi senangnya terlalu berlebihan. Saking senangnya cerita sana-sini. Iya, kalau benaran hafal. Kalau tidak, bagaimana? Sebenarnya lancar tidaknya hafalan anak, untuk mengaktualisasikan rasa senang itu, cukup dengan meningkatkan rasa syukur kepada Allah Swt. Dengan cara, memaksimalkan apapun hasil yang didapatkan dari  pengakuan tersebut.

Untuk mengetahui validitas hafalannya anak, orangtua bisa memberikan beberapa pertanyaan terkait apa yang dihafal anak. Jika anak berhasil jawab dengan sempurna, berarti anak benaran hafal. Jika tidak, berarti anak belum hafal. Melainkan baru lulus setor. Setor sendiri punya pengertian yang berbeda dengan hafal. Ibaratnya, agar lebih jelas, setiap orang yang sudah hafal pasti lulus setor tapi tidak setiap yang lulus setor bisa lulus hafalan. Atau bahasa sederhanya setiap orang yang sudah hafal (hafizh) pasti lulus setoran, tapi tidak setiap yang sudah lulus setoran di namakan hafizh.  Untuk lebih jelasnya, penulis akan menguraikan perbedaan antara setor dengan hafal dalam sebuah artikel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun