Menyebalkan memang, menjadi second choice. Harus siap memendam segala perih, duka dan lara. Otak berkata harus segera menjauh, namun entah kenapa hati seperti dikerangkeng begitu erat. Padahal sudah jelas-jelas dia menjadikan orang lain sebagai kebanggaan, mengunggah foto bersamanya dengan penuh kemesraan. Sedangkan denganmu, tak pernah seperti itu. Dia hanya menjaga perasaan orang lain, bukan menjaga perasaanmu.
Tersadar seperti itu, otak yang selalu berpikir logis senantiasa memberikan peringatan. Bahwa jika diteruskan lebih lama, mungkin badai akan selalu datang menghampiri. Memporak-porandakan segala isi jagat raya. Namun apa daya, hati rasanya enggan untuk pergi. Tak bisa dipungkiri, ia masih saja menaruh harapan dan dengan setia menunggu badai itu itu reda dan berganti dengan goresan pelangi yang menghiasi. Namun ternyata, badai dan hujan reda tak selalu menghadirkan pelangi, bisa saja hanya membuat genangan.
Entah kenapa, setelah sekian lama tidak jatuh cinta namun sekalinya menjatuhkan pilihan untuk jatuh cinta kembali, malah yang dicinta sepertinya sudah menjatuhkan pilihan pada orang lain.
Aku bisa saja melawan seribu orang yang mencintaimu, namun aku tidak akan pernah bisa melawan satu orang yang kamu cintai.
Sudah menjadi badut dengan segala pernak pernik lucu dan unik untuk senantiasa menghiburmu. Namun ternyata, badut hanya sekadar bisa menghibur, bukan membuat bidadari sepertimu jatuh cinta kepada seorang badut.
Baru saja merasakan jatuh cinta kembali, namun ternyata semua hanya semu yang tak akan jadi nyata. Apa memang sudah seharusnya kembali menepi kembali seorang diri di ujung semesta?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI