Mohon tunggu...
Damianus Adhyaraka
Damianus Adhyaraka Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

I love learning new random knowledge

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Apakah Kunjungan Pesantren oleh Sekolah Katolik Sebuah Solusi untuk Toleransi?

18 November 2024   22:42 Diperbarui: 18 November 2024   23:06 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan Islam tradisional yang para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Santri tersebut berada dalam kompleks yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan lainnya. Kompleks ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pesantren juga dapat dipahami sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara non klasikal, di mana seorang kiyai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulama Abad pertengahan, dan para santrinya biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut. 

Pesantren sendiri merupakan sebuah institusi yang sudah berdiri dari lama sejak pertama islam ditemukan. Pendirian pesantren ini biasanya difokuskan untuk perkembangan secara ilmu pendidikan dan ilmu agama seorang pelajar islam, maka heran jika ditemukan adanya kunjungan oleh sekolah Katolik ke tempat - tempat seperti ini. Tapi pada beberapa bulan yang lalu terdapatlah sebuah kegiatan yang dilakukan oleh murid - murid kelas 12 SMA Kolese Kanisius dimana mereka melakukan studi selama 3 hari di beberapa pesantren di sekitar Jawa Barat. Tujuan utama dari pengadaan acara ini adalah untuk mendorong adanya pertukaran ilmu, budaya dan pengalaman antara murid muslim pesantren pinggiran dengan murid Katolik Kolese Kanisius yang berasal dari Jakarta. Dengan harapan bahwa pengalaman ini dapat meninggikan sikap toleransi antara umat beragama serta memberikan perspektif baru bagi masing - masing siswa baik dari pesantren dan dari Kolese.

Konflik agama dan intoleransi merupakan masalah besar yang masih dihadapi oleh Indonesia. Negara kita ini yang memiliki populasi 4 terbesar di seluruh dunia memiliki 6 agama yang diakui oleh pemerintah yang persentase besarnya merupakan orang yang memegang agama Islam. Konflik ini di tempat plural, luas dan sangat banyak orang seperti Indonesia pastinya akan susah memiliki keharmonisan agama. Konflik ini biasanya terjadi akibat perbedaan pandangan keagamaan, keyakinan, atau praktik ibadah di antara kelompok-kelompok agama yang berbeda. Definisi konflik agama merujuk pada perselisihan atau permusuhan yang timbul akibat perbedaan keyakinan agama, sementara intoleransi agama berarti ketidakmampuan atau ketidakmauan untuk menerima keberadaan kepercayaan atau praktik agama lain. Meskipun Pancasila sebagai dasar negara menekankan nilai toleransi dan persatuan, kenyataannya di lapangan masih sering terjadi ketegangan antara berbagai kelompok agama, contohnya antara umat Muslim dan Katolik. Dengan maraknya media sosial dan semakin polarnya masyarakat Indonesia serta popularitas pengunaan agama sebagai platform politik mengharuskan orang Indonesia untuk meningkatkan sikap toleransi sekarang juga yang jika dihiraukan dapat menyebabkan konflik sosial yang lebih besar.

Kunjungan ini diharapkan untuk mengurangi polaritas tersebut dengan adanya rasa kedekatan dan kebersamaan serta usaha untuk mencari jalur tengah dalam isu - isu polarisasi masyarakat berdasarkan agama. Disana Kanisian diharapkan untuk mengikuti semua tahap kehidupan yang diikuti santri sana setiap harinya tidak hanya dalam segi pembelajan mereka saja tetapi juga dengan cara mereka tinggal, iabadah dan aktivitas keseharian lainnya. Kanisian disana mengikuti melihat murid muslim mengaji dan masyarakat pesantren disana dapat melihat juga keseharian ibadah, hidup dan cara belajar para Kanisian melalui kegiatan bersama mereka. Harapannya adalah interaksi antara kedua kelompok ini dapat meruntuhkan tembok intoleransi dengan melihat bagaimana orang - orang di sisi lain atau dalam kasus ini berada di agama lain hidup dan menjalin persahabatan dan pengertian dengan adanya perbedaan dan bahkan kesamaan dalam keseharian mereka. Kanisian dan murid pesantren menemukan bahwa mereka tidak hanya melihat perbedaan dengan cara hidup, serta pandangan agama, mereka juga menemukan banyaknya kesamaan dalam aspek keseharian, moral serta religiusitas yang membuat para Kanisian menjadi lebih dekat lagi dengan para murid pesantren. Selain itu Para Kanisian dan murid pesantren semuanya mengikuti beberapa seminar dan program diskusi antar agama untuk membahas isu - isu yang membuat polarisasinya masyarakat Indonesia daa bidang agama dan mencari solusi konkri untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Secara menyeluruh acara ini sangat produktif dan bagis dalam mempromosikan kerja sama serta toleransi antar agama. 

Secara pribadi Kanisian dan murid pesantren acara ini bersifat sangat berguna dalam menyelesaikan masalah yang pertama ingin mereka selesaikan yaitu adanya tembok dan polaritas antar umat beragama, sedangkan pada kegiatan ini mereka dapat belajar banyak hal serta membangun rasa persaudaraan dan toleransi dengan sesama membuka mata mereka bahwa toleransi antar umat beragama itu dapat dicapai dan bahwa untuk mendapatkan sikap persaudaraan satu sama lain itu mudah dilakukan. Tapi lingkup positif dari kegiatan ini hanya berhenti pada kedua belah pihak partisipan di acara ini, karena tidak adanya terlibatan dan usaha untuk melakukan sosialisasi ide - ide seperti ini ke masyarakat yang lebih luas terutama orang - orang dengan latar belakang fundamentalisme agama yang  bersifat obsesif dan fanatik, merekalah yang sebenarnya bersifat intoleran dan yang biasanya menyebabkan konflik agama tapi pada kegiatan ini Kanisian tidak mendekatkan diri dengan tipe - tipe orang seperti itu, terutama karena masyarakat di pesantren ini juga bukan erupakan orang - orang yang bersifat fanatik fundamentalis dengan mereka saja menerima kedatangan sekolah Katolik ke sekolah mereka yang berarti mereka sudah memiliki sikap toleransi dari awal, sehingga acara ini gagal dalam menyelesaikan masalah utama yang mereka ingin selesaikan jika kita melihat dalam lingkup luas karena mereka mencoba mendekatkan diri dan mengenalkan sifat toleransi ke kelompok yang sebenarnya sudah memiliki sifat toleransi, tapi walaupun mereka tidak dapat meneyelesaikan tujuan dan permasalahan secara garis besar, secara pribadi acara ini dapat meningkatkan dan menegaskan sikap toleransi dan persaudaraan secara pribadi oleh masing - masing partisipan acara ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun