Mohon tunggu...
Darvis Tarung
Darvis Tarung Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Pencinta Sastra

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nana dan Kenangannya

17 Oktober 2024   13:58 Diperbarui: 17 Oktober 2024   14:03 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekian kalinya aku bersama jiwa menung dalam kesendirian. Di malam yang sunyi ini, hembusan angin menyampaikan pesan dari masa lalu---seberkas memori yang terkurung dalam hati, kini kembali teringat dengan tajam. Nana, lelaki yang kuanggap sebagai pelindung di setiap raga yang lelah, telah mengisi ruang-ruang kosong dalam hidup.

Nana, namanya meluncur lembut di bibirku, seperti embun pagi yang menyegarkan, dan kisahkan kembali oleh senja. Setiap kali Nana mengantarkanku pergi, seolah Nana membawa segenap rasa nyaman. Dalam setiap detik obrolan, di setiap tawa dan canda bersama, ada kata-kata yang mengalun indah: "Enu, jangan lupa makan! Enu, tetap jaga kesehatan." Kalimat-kalimat itu melahirkan sebuah kepastian yang tak terucapkan, sebuah harapan akan masa depan.

Dalam dekapan Nana, aku merasa sebagai wanita paling beruntung. Setiap harapan dan semangatnya membakar setiap rasa lelah yang menghimpit, menjadikanku dewasa dalam setiap keputusan. Tak ada kata menyerah, bahkan ketika badai menerpa. Ada harapan disetiap kegelisahan. Nana adalah alarm yang selalu mengingatkanku untuk terus melangkah, meraih mimpi-mimpi yang terukir di dalam jiwa.

Namun, ketika pesan dari Nana muncul---"Enu, kita bisa ketemu?"---semua rasa bergetar dalam dada. Ada seberkas harapan tentang rindu yang terobati. Aku sangat mendambakan waktu dan kisah itu. Apakah ini tanda dari sebuah perubahan? Telah lama aku menanti kepastian ini.

Ok nana, kita ketemu dimana?

 Di Gua Maria saja enu.

Gua Maria di samping gereja paroki, tempat kami bertemu tiga tahun lalu, menjadi saksi bisu harapan yang menggelora. Saat itu, kenangan-kenangan indah kembali berputar dalam benak.

Sampai di sana, aku menunggu dengan detakan jantung yang tak menentu. Nana tiba dengan senyuman yang seakan menyembunyikan rahasia. Dalam obrolan hangat, semua rasa nostalgia tumpah, membuatku larut dalam setiap cerita yang Nana rangkai dengan kata-kata indah. Air mata bahagia tak kuasa kutahan, membasahi tangan kami yang genggam erat.

Namun, di tengah keindahan itu, Nana tiba-tiba jeda merangkaikan kata-katanya. Dalam keheningan, suasana berubah. Ada sesuatu yang berat tergantung di udara, dan hatiku merasakan getaran yang tak biasa. "Nana, ada apa?" tanyaku, mencoba meraih kembali kehangatan yang mungkin akan sirna.

"Enu, maafkan Nana," suara Nana bergetar. "Rasa nyaman ini sudah terlalu dalam. Mungkin enu berpikir segalanya menuju pelaminan, tetapi... Nana tidak bisa." Kata-katanya meluncur seperti badai, memecahkan ketenangan. "Nana akan masuk seminari. Ini keputusan yang sulit, tapi nana sudah dengan matang memilih jalan ini. Ada sesuatu yang ada dalam hatinya nana. Nana ingin membahagiakan banyak orang, bukan hanya satu jiwa. Mungkin nana terlalu egois mengambil keputusan ini. Enu maafkan nana. Ada yang lebih baik dari Nana yang dapat membahagiakan enu."

Waktu seolah terhenti. Dalam sekejap, segala impian yang kujalin dalam hati hancur berkeping. Apakah ini mimpi? Kenapa semua kenangan indah ini harus berakhir? Air mataku mengalir, merasakan setiap kepingan hati yang hancur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun