Mohon tunggu...
Damianus Gading
Damianus Gading Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bangsa Indonesia 24 karat karena tidak jelas suku aslinya..perpaduan harmonis dari buah cinta suku Flores dan Sunda, lahir di Kota Hujan, 10 Oktober 1979..."just a simple man..looks simple outside..but little bit complex inside..."

Selanjutnya

Tutup

Politik

Idealisme VS Pragmatisme...Quo Vadis PDI Perjuangan...??? (Catatan Seorang Kawan)

15 Agustus 2009   15:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:49 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mohon maaf sebelumnya...jika tulisan ini tidak dapat dikategorikan sebagai sebuah argumentasi objektif...karena unsur subjektifitas yang sangat "tinggi"...maka dengan segala kerendahan hati, anggap saja ini tidak lebih daripada sebuah ungkapan curhat dari sanubariku yang paling dalam. Bukan dari seorang kader partai...sama sekali bukan...tetapi seorang kawan...kawan yang mencintai kawannya dengan cinta yang dewasa...bukan cinta yang buta...
Ketika aku memutuskan untuk memilihmu kawan...aku sadar bahwa aku tidak sedang berjudi...aku sadar akan semua sejarah perjalanan hidupmu kawan...perjalanan hidup yang lebih dominan diwarnai oleh penderitaan...kekalahan...penindasan...dan bahkan...kekhilafan ketika engkau duduk berkuasa....aku sadar bahwa seperti engkau, akupun akan selalu berpihak pada mereka yang lemah dan tertindas...dan akupun sadar bahwa satu-satunya alasan rasional bagiku untuk memilihmu adalah...IDEALISME...
Ya..kata itu memiliki makna yang teramat dalam bagiku, makna akan sebuah cita-cita. Engkau rela meninggalkan semua "kenikmatan" untuk bersekutu dengan penguasa ketika engkau secara tegas memilih ber-oposisi. Walaupun engkau masih gagap melakukannya...aku bisa mengerti itu kawan...karena akupun tahu bahwa tradisi "sulit" seperti itu tidak pernah ada sepanjang sejarah Republik ini berdiri...dan akupun tahu secara teori bahwa dalam sistem Presidensial tidak ada istilah itu...akupun juga tahu bahwa engkau hanyalah "sendirian" di gedung wakil rakyat yang megah itu...tetapi engkau tetap melakukannya...
Terima kasih kawan..ketika engkau dengan tegas menolak kenaikan BBM yang tertinggi sepanjang sejarah kita...terima kasih ketika engkau berjuang habis-habisan walaupun akhirnya kalah ketika memperjuangkan keadilan bagi kawan-kawan seperjuangan kami yang tewas dalam kasus pelanggaran HAM peristiwa Trisakti...Semanggi satu dan dua...

Idealisme memang menuntut pengorbanan kawan...akupun tahu besarnya pengorbananmu memerankan posisi yang "sulit" itu...mungkin orang lain hanya melihatnya sebagai sebuah penebusan dosa atas kegagalanmu sebelumnya...Tetapi bagiku...engkau lebih dari itu. Karena aku teramat tahu akan "polah" elit politik di negeri ini yang lebih memilih menghamba kepada kekuasaan daripada hidup sulit demi sebuah idealisme...
Engkau memilih untuk TIDAK berkompromi...dan itu yang membuatmu berbeda di mataku kawan...engkau memilih untuk berpijak diatas idealisme...sepahit apapun rasanya...

Tetapi...aku agak khawatir akhir-akhir ini kawan...tiap kali aku mengikuti langkah-langkahmu belakangan ini...sepertinya engkau "agak sedikit berubah". Harian KOMPAS edisi Kamis, 13 Agustus 2009 di halaman tiga, tertulislah sebuah berita yang membuatku terperangah..."Taufik Yakin Terpilih sebagai Ketua MPR". Berita itu justru datang sehari setelah Mahkamah Konstitusi menolak gugatanmu tentang proses pemilu lalu.
Ada apa kawan?? lebih jauh aku mencari tahu...lebih sakit lagi rasanya...aku melihat ibumu berjuang sendirian dengan kekerasan hatinya...ibumu berjuang atas nama idealisme ketika secara tegas menolak "pinangan" SBY melalui Hatta Rajasa sebelum Pilpres...ibumu dengan tegas mengatakan tidak kepada Prabowo yang dengan segala kelebihannya ingin menjadi calon nomor satu...padahal aku yakin ibumu sendiri tahu adalah tidak mungkin mengalahkan SBY secara head to head...tetapi ia tetap melakukannya...
Sekarang ia sendiri...ia ditinggalkan oleh suami,anak dan orang-orang terdekatnya. Engkau menjadi PRAGMATIS seperti halnya elit-elit politik di partai yang lain...engkau seperti kelelahan menjalani hidup sulit demi sebuah idealisme...

Jangan lupa akan sejarah hidupmu kawan...dulu engkau menjadi besar karena semua pengorbananmu...walau coba "dihabisi" dengan berbagai cara oleh sang penguasa. Engkau jatuh berkali-kali..tetapi engkau bangkit berdiri kembali...setiap kali engkau jatuh.
Pragmatisme dalam politik adalah sesuatu yang ditradisikan dalam budaya kita sebagai sesuatu yang wajar, karena orientasi politik adalah kekuasaan. Tapi aku ingin agar engkau juga melihat politik sebagai sebuah nilai yang jauh lebih tinggi dari sekedar kekuasaan, yaitu nilai untuk memberikan pendidikan politik kepada rakyat bahwa berpolitik adalah sebuah ladang pengabdian terhadap rakyat. Ladang pengabdian yang justru lebih efektif dilakukan jika engkau berada di luar kekuasaan...engkau dengan segala kepekaan nurani dan argumentasi rasional dapat "melawan" kehendak penguasa yang suatu waktu dapat mengkhianati cita-cita kemerdekaan kita sebagai sebuah bangsa. Karena sebaik apapun seorang penguasa dan rezimnya...ia tetap harus diawasi dan dikontrol...karena jika tidak, berarti kita tidak pernah belajar dari kesalahan masa lalu.

Bangunlah kawan..!! jangan dulu terlelap tidur...perjuanganmu belumlah selesai..."racun" pragmatisme sedang menggerogoti tubuhmu...jangan biarkan "racun" itu menguasai seluruh tubuhmu...jangan kotori tubuhmu dengan membiarkannya hidup sampai ia mengendalikan tubuh dan pikiranmu!!
Karena jika itu sungguh terjadi...maka engkau bukanlah lagi kawan yang pernah aku kenal...engkau tidak pantas mengidentifikasi dirimu sebagai partai "Wong Cilik"...karena penguasa tidak pernah berpihak kepada mereka.
Bangunlah kawan...sadarlah...bukan untukku...bukan pula demi dirimu sendiri...tetapi demi demokrasi di Republik ini...Demokrasi dimana rakyat menjadi penguasa tertinggi...dan engkau adalah abdinya...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun