Mohon tunggu...
Damayanti Honggowijoyo
Damayanti Honggowijoyo Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

A mother who loves being home;p. sebelumnya pernah siaran di dua stasiun radio di bandung, klcbs dan mgt fm.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Soal Hukum Pancung, and By The Way, Soal Hukuman Ala Pak Harto

20 Juni 2011   12:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:20 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia



Ketika menulis ini, perasaan negatif campur aduk di benak, malu, marah, muak, jadi satu. Kemarin pagi, berita tentang TKW yang dipancung di Arab Saudi membuat darah saya miris berat.Terus terang, mendengar berita itu, saya serasa diteror, diteror oleh perasaan malu, bahwa di Arab Saudi, negeri yang katanya digawangi muttawa yang menegakkan pilar Islami ini, hawa rahmatan lil alamin tidak terasa. Bahkan sebaliknya.

Saya kutip dengan terjemahan bebas dari http://arabnews.com/saudiarabia/article457250.ece, bahwa intinya hukuman ini diberlakukan, karena kita orang Indonesia, yang baik hati dan tidak akan protes.

Apakah di jaman sekarang, hukum pancung masih layak? Mungkin orang yang melakukan kejahatan tingkat tinggi berulang-ulang, atau pemimpin yang melakukan genocide terhadap rakyat tidak bersalah, patutlah dihukum mati. Tapi, seorang wanita pekerja domestik, yang bekerja di keluarga Arab, keluarga asing yang beda karakter beda rambu budaya, dan dia mengakui kesalahannya, masih dihabisi juga?

Saya pikir, untuk level individu seperti ini, hukuman sosial cukuplah. Seperti misalnya, di film Desperate Housewife, ketika Susan Meyer menembak Catherine Mayfair, dia dikenai sangsi sosial, dengan seragam oranye, memungut sampah di sisi jalan. Atau, Samantha Jones, di serial Sex and the City, yang menggoda suami salah seorang sosialita Manhattan, dicoret dari A list ke black list. Kartunya ditolak di restoran, dan dia didepak dari event fashion. Hukuman sosial yang membuat seseorang merasa seperti orang lepra di ranah sosial itu, sepertinya akan membuat orang lebih malu (kalau masih punya).

Saya nggak paham betul sih, menghilangkan nyawa orang itu hukumannya apa (saya bukan orang hukum;p). Tapi, masak tidak ada penyelidikan sebab dia melakukan tindak pidana itu? Siapa tau dia terlebih dahulu dianiaya, sehingga emosi berbicara, dan hilanglah nyawa majikannya.

Atau, hukuman stigmatisasi ala almarhum Pak Harto. Dulu, waktu masih SD, setiap akhir september selalu diputar film pemberontakan G30S/PKI. Dengar-dengar, orang yang ‘keturunan’ anggota gestapu itu di skrining habis-habisan kalau mau masuk instansi pemerintah, dan secara sosial dia mendapat cap ‘turunan orang terpinggirkan.’ Itu dulu, jaman Soeharto. Menurut saya, hukuman seperti ini cukup cerdas, dan kejam.

Hukum pancung, konon ada dalam ajaran agama. Tapi, konon dulu rasulullah tidak pernah menggunakan hukuman ini, karena sifat beliau yang pemaaf, dan suri tauladan beliau yang membuat negara aman tentram.

Lepas dari sifat teladan rasul, kalau seseorang sudah membawa nama agama/mengatasnamakan Tuhan dalam menjatuhkan hukuman, well…saya nggak bisa komen (anda tahulah chaos yang akan diciptakan ketika seseorang merasa suci sehingga layak menghukum orang lain)!!


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun