Cewek saudi nyetir?
               Siang tadi, saya dikejutkan oleh link seorang teman, link dari sebuah situs berita yang menyebutkan, seorang wanita ditangkap polisi karena menyetir di Khobar. Sebelumnya, saya pernah mendengar sebuah situs yang mengkampanyekan gerakan sadar nyetir, dimana wanita-wanita Saudi akan serentak menyetir tanggal 17 Juni kelak, hari Jumat, mulai pukul 9 pagi sampai 9 malam. Belum sampai hari H, sudah jatuh korban.
               Protes terhadap larangan menyetir ini sudah berlangsung sejak jaman burung bulbul masih ada, maksudnya jaman dahulu kala. Dalam catatan bbc.co.uk, taun 1990 silam, 47 wanita di Saudi menyetir bersama-sama. Hasilnya? Mereka semua ditahan selama sehari, dan paspor mereka disita. Itu kejadian tahun 1990, 21 tahun berlalu. Sekali lagi, 21 tahun sudah berlalu.
               Minggu ini, kejadian penahanan terhadap wanita yang menyetir terjadi lagi. Menurut sebuah situs, www.saudiwomendriving.blogspot.com, Manal Al Sharif, wanita tersebut, dibebaskan setelah ia menandatangani sejumlah dokumen yang menyatakan dirinya tidak akan mengendalikan kemudi roda empat itu lagi. Betapa malangnya!
               Konon kabarnya, peraturan bahwa wanita tidak boleh menyetir itu adalah peraturan tidak tertulis, mungkin bisa disejajarkan dengan hukum adat. Namun demikian, aturan ini toh tetap dipegang dengan erat, seperti balon yang tidak boleh lepas. Mungkin karena peraturan ini tidak tertulis, ada yang nekat menyetir. Dalam catatan situs tersebut di atas, di Jeddah, pada 16 Mei lalu, seorang ibu rumah tangga menyetir selama 4 jam tanpa ketahuan. Jeddah, yang saya dengar memang kota yang mirip Bahrain, sangat moderat, sehingga wanita menyetir disikapi dengan lebih ‘santai’, walaupun, tetap jadi headline.
          Sebenarnya siapa di balik aturan larangan menyetir bagi wanita itu? Para Amir, alias keluarga raja, atau muttawa? Saya tidak tahu pasti, namun kabarnya, royal family Saudi taat aturan pada para muttawa. Kebijakan raja harus melalui muttawa terlebih dulu. Para muttawa ini bermaksud baik, menjaga Saudi agar tetap menjalankan aturan Islam, seperti menerapkan jam tutup sholat dengan ketat, atau menegur pria di mall yang di mata mereka terlihat ‘flirting’. Pada jam-jam sholat, di tiap mal, para muttawa akan ngider, menegur penjaga toko yang masih membuka pintunya. Saat yang lain, saya pernah melihat satu pria berkemeja ketat, dengan kancing atas dibuka, disamperi muttawa. Itulah muttawa, ibarat kakak TATIB kalau di Ospek kampus.
         Nah, keluarga Amir atau raja, atau keluarga Saudi yang mampu, walau anak-anak atau anggota keluarganya keliling dunia, kuliah di negeri paman Sam, menikmati liburan summer di eropa dengan bikini, tetap saja, ketika ke rumah, kembali patuh pada aturan yang berlaku. Salah satunya, tidak menyetir. Padahal di Bahrain, cewek-cewek Saudi menyetir dengan merdeka.
               Jika alasan utama wanita dilarang menyetir di Saudi adalah ‘menghindari pergaulan bebas’, mengapa tidak prianya yang dididik untuk ‘tidak jelalatan;p?’ Selama ini, jalanan dikuasai para pria, bagaimana kondisinya? Well, sampai saat ini, skornya: chaos!
               Mobil keluar jalur (garis putih di jalan), itu sih makanan sehari-hari. Menyetir tak bisa jejeg. Pindah jalur tanpa lampu sen, itu juga bukan berita luar biasa. Kadang, saya suka jantungan kalau ada mobil tiba-tiba wuuungg, meliuk dari kanan ke kiri. Lebih parah, di lampu merah, ada saja mobil mencong kanan kiri. Mau ke arah kiri, bukannya ambil jalur kiri, malah ada di kanan, dengan mobil dalam posisi miring. Belum lagi wiken malam, suka ada yang kebut-kebutan. Suatu malam, saya pernah menyaksikan mobil ngebut dengan zig-zag. Ya, zig-zag saudara-saudara. Sampai mobilnya mengeluarkan asap mengerikan. Itulah realita jalan yang ada sekarang.
               Kalau wanita Saudi diperbolehkan menyetir, kemungkinannya ada dua: 1. Jalanan makin padat, dengan pria makin banyak terantuk mobil di depannya karena sibuk mengamati wanita menyetir. Atau, 2. Jalanan akan lebih lengang, karena kegiatan komuter tidak terpusat di jam-jam pulang kantor, atau jam malam, saat para pria mengantar istrinya belanja.
               Semua orang yang memegang lisensi menyetir memang harus diberi hak buat mengemudi. Namun, ada kondisi prasyarat sebelum menyetir: sehat jiwa raga, juga sehat secara emosi. Dengan temperamen tinggi ditambah cuaca panas, ada saja yang menyetir ajrut-ajrutan dan bisa membahayakan pengemudi lain. Ini tentu mesti diredam. Yang tidak kalah penting, patuh dalam mengantri, berbaris dengan rapi, tidak main klakson kalau tidak perlu. Intinya, sebelum turun ke jalanan, amunisi yang mesti dibawa adalah attitude dan sopan santun, yang akan terefleksi dalam gaya menyetir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H