Bahas tentang Papua itu benar-benar seru. Papua terdiri dari banyak etnis. Aku belajar memahami banyak bahasa di sini. Di Sorong aku memahami betapa perbedaan itu memberikan warna dalam hidup. Khususnya selama di bangku SMA, pertemananlah yang membuat hidupku begitu seru.
Semasa SMP aku lebih banyak diam dan tidak begitu menunjukkan jati diriku. Aku masih perlu beradaptasi dengan lingkungan baru. Memasuki SMA, khususnya kelas 2 SMA aku punya teman-teman gokil yang buatku melepas aura asliku.
Apalagi semasa aku menjabat sebagai Bendahara di kelas, itu masa paling penuh cerita. Bisa dibilang aku paling suka berkorban buat teman. Lagu "Anak Medan" memang cocok menggambarkan diriku yang rela korbankan apa saja buat teman.
Dulu, kami selalu merindukan bisa pergi bersama ke Pantai Tanjung Kasuari, khususnya saat perpisahan kelas 3 SMA. Tapi sayangnya pada saat acara perpisahan aku tidak bisa ikutan kawan-kawan ke pantai.
Hutan Papua
Sekalipun Sorong-Papua itu panas karena katanya tanahnya mengandung minyak, hutan di Papua itu sangat lebat. Aku masih ingat saat sering dibawa kerabat ke Aimas, dan daerah-daerah pelosok lainnya di Papua, hutannya sangat lebat. Di sekitar lokasi itu memang sudah ada perusahaan-perusahaan kayu dan pengeboran minyak.
Masa itu karena masih SMA, aku belum terlalu peduli dan serius mengetahui kondisi hutan, cuaca, iklim dan sebagainya. Sekarang, karena melihat dan merasakan sendiri dampak cuaca yang panas, aku terpikir untuk mencari tahu akan hal itu.
Belakangan, aku sangat peduli dengan kondisi hutan. Tidak hanya hutan di Kawasan Danau Toba, begitu juga dengan Hutan di Papua, karena aku sangat mencintai Papua. Punya cita-cita untuk menginjakkan kaki kembali ke Tanah Papua.
Sekecil apapun penggundulan hutan di Papua, itu berimbas ke  Indonesia serta mendunia. Khususnya mengingat hutan serta laut di Indonesia Timur merupakan benteng terakhir untuk menjaga cuaca. Hutan dan ekosistem lautnya yang sangat melimpah mampu menghasilkan oksigen yang kita hirup dan menyimpan polusi karbon yang kita hasilkan. Namun, keberadaan hutan dan laut di Indonesia Timur tak bebas dari ancaman kata EcoNusa Foundation.
Bila terus dibiarkan, kekhawatiran akan terjadi di seluruh bagian Indonesia, karena Hutan Papua dan Maluku merupakan benteng terakhir di Indonesia. Berbeda dengan di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa yang hutannya sudah rusak. Kerusakan tersebut secara tidak langsung berkontribusi terhadap krisis iklim yang dampaknya sudah bisa dirasakan, seperti cuaca yang tidak menentu, banjir besar yang terjadi di Kalimantan dan Sumatera, serta badai tropis yang semakin dekat menuju khatulistiwa.
Bayangkan apabila hutan di Timur Indonesia juga rusak? Mungkin saja badai tropis bisa semakin mendekat ke arah khatulistiwa dan menjadi bencana rutin setiap tahunnya di tempat tinggal kita. Maka dari itu, menjaga lingkungan yang ada di daerah Indonesia Timur, khususnya Tanah Papua dan Kepulauan Maluku sama saja dengan menjaga keberlangsungan hidup kita di masa mendatang.