Sejak darahnya dihalalkan lewat fatwa Ayatullah Khomeini tahun 1989, kekerasan terus membayangi gerak-gerik Salman Rushdie. Bahkan kekerasan tak cuma tertuju padanya, melainkan pada semua orang yang terlibat dalam proses karya kreatifnya. Namun dapatkah kekerasan “membunuh” Salman Rushdie?
[caption id="" align="aligncenter" width="509" caption="Salman Rushdie yang diburu "][/caption] TANGGAL 13 Maret 2012, dunia terkejut! Seorang imam masjid tewas saat berupaya memadamkan api di masjid syiah di Anderlecht di pinggiran Brussel karena serangan seorang pria. Pria itu masuk ke area masjid membawa sebuah kapak, bom molotov, dan sekaleng bensin, lalu dengan kapak ia mengancam orang-orang di masjid, dan ia memecahkan jendela kemudian melemparkan bom molotov hingga masjid terbakar. Peristiwa ini mengingatkan pada kejadian di kota yang sama, bulan yang sama, namun pada tahun 1989. Saat itu seorang imam bernama Abdullah Muhammad al-Ahdal ditembak mati oleh seorang pria bersenjata di dalam masjid. Pembunuhan itu diklaim berkaitan dengan tuduhan bahwa imam itu telah menjadi terlalu moderat dan karena ia juga menolak fatwa mati terhadap penulis Salman Rushdie yang dikeluarkan oleh pemimpin tertinggi Syiah Iran saat itu. Hal tadi hanya untuk menggambarkan rangkaian kekerasan untuk “membunuh” Salman Rusdhie. Salman telah dibunuh berkali-kali lewat pembakaran buku, biblioklasme atau librisida. Buku atau media tulisannya dibakar, dihancurkan, atau dimusnahkan. Tindakan ini dilakukan di depan umum dan sering didasari atas motif moral, keagamaan, atau politik. Tidak hanya itu. Upaya “membunuh” Salman Rushdie juga melibatkan pembunuhan orang-orang yang berani memperbanyak gagasan-gagasannya. Para penerjemah, tukang cetak, di berbagai belahan dunia, terbunuh. Bahkan upaya “pembunuhan” baru-baru ini, saat Salman Rushdie dijadwalkan bertandang ke Festival Sastra Internationl di Jaipur, India. Sekelompok orang berunjuk rasa meminta panitia festival membatalkan acara Salman Rushdie. Unjuk rasa ini dipimpin oleh Paiker Farukh dari Islam India, Dewan Milli India. Ancaman pembunuhan dilontarkan sehingga akhirnya Salman Rushdie menyatakan mundur dari festival di Jaipur. Atas alasan apa? Paiker Farukh mengatakan Festival Kesusastraan di Jaipur itu berupaya menampilkan Salman Ruhsdie sebagai seorang pahlawan. India seolah mengharamkan penulis yang “seharusnya” menjadi anak kesayangan negerinya. Siapa Salman Rushdie? Salman Rushdie adalah novelis India-Inggris, lahir dari kelas menengah di Mumbai, India pada tanggal 19 Juni 1947. Ia merupakan seorang pengarang penting di akhir abad ke-20 yang terkenal karena campuran unik antara sejarah dan realisme magis dalam karyanya. Nafas realisme magis dari Peter Carey, Angela Carter, E.L. Doctorow, John Fowles, Mark Helprin atau Emma Tennant ada dalam karyanya. Sejarah yang ditulisnya adalah sejarah bangsa India sendiri. Sebanyak 13 buku karya tulisannya telah memenangi sejumlah penghargaan, termasuk Booker Prize untuk Midnight’s Children pada 1981. Ia bersembunyi setelah Ayatollah Khomeini, pemimpin negeri Iran saat itu, mengeluarkan fatwa pada 14 Februari 1989 yang memerintahkan kaum Muslim untuk membunuhnya karena dianggap menghina Islam dalam bukunya yang berjudul The Satanic Verses. Naguib Mahfouz, sastrawan Mesir yang menang nobel sastra tahun 1988, mengkritik Khomeini telah melakukan “intellectual terrorism“. Sedang V.S. Naipaul menggambarkan fatwa Khomeini sebagai “an extreme form of literary criticism.” Tapi Khomeini tak bergeming dan hingga hari ini, fatwa itu terus membayangi kehidupan Salman Rushdie. Di Indonesia Upaya pemburuan dan “pembunuhan” Salman Rushdie ternyata sepi saja di Indonesia. Sangat mengherankan ternyata Indonesia, yang populasi penduduk Muslimnya mayoritas, ternyata sepi saja menanggapi terbitnya salah satu karya Salman Rushdie, Anak-Anak Tengah Malam (Midnight’s Children) terbitan Serambi, Oktober 2009. Ayu Utami menulis pengantar diskusi buku Midnight’s Children di Komunitas Salihara, 8 Oktober 2010 dengan paragraf awal yang sangat menarik: [caption id="" align="alignright" width="230" caption="Terjemahan "]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H