Mohon tunggu...
Damar Iradat
Damar Iradat Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Jurnalistik Unpad 09| AC Milan| Oasis| Regenboog| British accent

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Kematian Classic Number 10 di Era Sepak Bola Modern

4 Maret 2013   16:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:20 3790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="Francesco Totti kini menjadi sisa-sisa kejayaan trequartista di era sepak bola modern"][/caption] Kepergian Alessandro Del Piero dari Italia pada musim panas tahun 2012 membuat luka tersendiri. Entah itu bagi para rekan setim, fans, bahkan seorang lawan abadi Ale, Francesco Totti bersedih. Bagaimana tidak, Pemilik nomor punggung 10 di Italia yang setipe Del Piero memang sudah sedikit jumlahnya. Sebelum Del Piero hijrah ke Australia, pengguna nomor punggung 10 seperti Del Piero hanya tinggal dirinya dan Totti, kini Italia kehilangan sosok il pinturicchio, kehilangan seorang trequartista handal. Trequartista atau classic number 10? Kelihatan seperti mobil tua tahun 1990-an memang. Di era sepak bola modern sekarang jarang sekali pemain-pemain yang dapat mengontrol permainan di belakang dua striker atau striker tunggal, pemain yang mempunyai skill di atas rata-rata, dengan kontrol sempurna, dribble mumpuni, dan insting yang mencetak gol yang tinggi. Mungkin para penggemar Serie-A Italia tahun 90-an kenal betul bagaimana permainan para trequartista di lapangan. Tengoklah nama-nama seperti Roberto Baggio, Rui Costa, Zinedine Zidane, Francesco Totti, Alessandro Del Piero. Saya jamin nama-nama barusan telah menjadi idola anda yang mengikuti sepak bola Italia pada tahun 90-an dan awal 2000-an. Bermain di belakang dua striker atau striker tunggal tidak mematikan peran seorang trequartista. Pada medio 90-an kontrol permainan tidak seperti sekarang yang lebih memilih peran deep lying-playmaker atau regista untuk mengatur permainan. Sebenarnya peran regista dan trequartista sama, mengendalikan permainan sebuah tim. Namun, kemampuan para trequartista tidak hanya mengontrol permainan atau sekadar melakukan key-pass, tetapi mereka juga diberkahi insting tajam mencetak gol. Lihat saja jumlah gol Baggio selama karirnya, dia berhasil mencetak 218 gol, Del Piero 208 gol, dan yang terbaru, Totti dengan torehan 225 gol nya sejajar dengan milik legenda Milan, Gunnar Nordahl. Zidane tak perlu lagi kita bahas kehebatannya, dia adalah maestro, trequartista terbaik yang pernah saya tonton. Saya pikir, banyak dari kalian juga setuju. Era-era trequartista klasik di Italia mulai tergerus pada awal tahun 2000-an. Klub kaya raya Real Madrid yang tergila-gila akan konsep 'mengumpulkan sebanyak-banyaknya pemain terbaik dunia' saat itu menghadirkan Zidane ke Santiago Bernabeu. Belum lagi tahun 2003, Peran Rui Costa mulai tergantikan oleh pemuda bernama Riccardo Izzecson Santos Leite. Atau yang lebih dikenal dengan nama panggungnya, Kaka'. Seorang trequatista yang lebih modern, dengan teknik yang sudah menjadi kodratnya sebagai pemain kelahiran Brasil, passing-passing yang melewati bek-bek lawan bagaikan tongkat nabi Musa yang membelah lautan. Sebelum kedatangan Kaka' pemain antah berantah dari klub asal Lombardy, Brescia, yang dibeli oleh Inter Milan akhirnya menjadi seorang Judas bagi timnya saat itu dengan menyebrang ke klub tetangga,  AC Milan. Di Milan, sang Judas disulap dari posisi attacking midfielder ke posisi defensive midfielder. Tak salah lagi, dialah Andrea Pirlo. Dialah regista pertama yang saya lihat di dunia sepak bola, pemain yang punya peran sama dengan trequartista, namun lebih mendalam. Mungkin il Metronome lah yang telah mengilhami banyak pelatih sekarang menggunakan jasa seorang regista, dan menghilangkan peran trequartista di sepak bola modern. Jauh di luar Italia, tak banyak pemain yang dapat julukan trequartista. Di Argentina, nama Juan Roman Riquelme terlihat sebagai sebuah trequartista andal di Argentina. Permainannya selalu bisa membuat decak kagum penonton. Mungkin jika Riquelme sekarang masih bermain di tim nasional Argentina bersama Lionel Messi, Argentina akan menjadi sebuah tim yang menakutkan. Pada era sepak bola modern seperti sekarang ini, peran playmaker memang masih sangat dibutuhkan, tetapi mungkin mereka tak bisa disebut sebagai seorang trequartista. Xavi Hernandez di Barcelona lebih seperti regista, dia tidak terlalu membantu penyerangan, hanya mengalirkan laju-laju bola di Blaugrana dan mengontrol permainan. Andres Iniesta bisa saja disejajarkan dengan para trequartista, sebab dengan skill individu yang di atas normal, juga insting mencetak gol yang lumayan tinggi, serta kemampuan mengontrol permainan, dan passing yang sering memanjakan La Pulga di tiap pertandingan adalah cerminan seorang trequartista. Lantas disebut apakah David Silva, Samir Nasri, Juan Mata, Eden Hazard, Oscar, Mesut Ozil, Jack Wilshere, Shinji Kagawa, hingga Mario Gotze? Entahlah, tapi kemampuan mereka masih belum bisa disejajarkan dengan nama-nama seperti Baggio, Rui Costa, Alessandro Del Piero, Totti, Hingga Zidane.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun