Mohon tunggu...
Damar Abhinawa
Damar Abhinawa Mohon Tunggu... Penulis - Asisten Peneliti Pusat Studi Budaya UGM

Menyukai topik-topik terkini mengenai sosial, politik, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nuclear Winter: Ancaman Kiamat dari Konflik Nuklir Semenanjung Korea

3 September 2024   14:04 Diperbarui: 3 September 2024   14:06 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketegangan antara Korea Utara dan negara-negara seperti Korea Selatan dan Amerika Serikat terus meningkat. Hal tersebut tecermin setelah pertemuan Hanoi pada 2019 yang gagal mencapai kesepakatan (BBC, 2019). Sejak saat itu, Korea Utara telah memperkuat ancaman nuklirnya dengan melakukan serangkaian uji coba misil pada tahun 2022. Aktivitas militer dan uji coba nuklir yang semakin agresif ini telah menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan serangan nuklir yang dapat mengancam stabilitas global. Ancaman senjata nuklir Korea Utara tidak hanya menimbulkan ketidakpastian kapan, di mana, dan bagaimana senjata ini mungkin digunakan, tetapi juga menggarisbawahi pentingnya penelitian skenario penggunaan nuklir yang lebih sistematis dan empiris (J. Park, 2022). Esai ini akan mengeksplorasi kemungkinan serangan nuklir Korea Utara, termasuk skenario nuclear winter yang dapat mengakibatkan kehancuran global, serta implikasi strategis dari respons internasional terhadap ancaman ini.

Korea Utara memiliki aliansi strategis dengan negara-negara seperti China dan Rusia, yang bisa memainkan peran penting dalam eskalasi konflik di kawasan tersebut. Ketegangan geopolitik, termasuk provokasi militer dan peningkatan belanja militer di Semenanjung Korea, dapat menjadi faktor pemicu bagi Korea Utara untuk meluncurkan serangan nuklir pertama. Statistik menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam latihan militer dan pengembangan kemampuan nuklir, yang mengindikasikan kesiapan Korea Utara dalam menghadapi kemungkinan konfrontasi (Sik, 2023). Korea Utara terus memperkuat kemampuannya dalam senjata nuklir strategis, termasuk pengembangan rudal balistik antarbenua (Intercontinental Ballistic Missile atau ICBM) dan rudal balistik yang diluncurkan dari kapal selam (Submarine-Launched Ballistic Machine atau SLBM), yang menunjukkan kesiapan mereka untuk menghadapi potensi perang (H. R. Park, 2022). Faktor-faktor ini menekankan pentingnya pendekatan yang lebih strategis dan diplomatis untuk menangani ancaman nuklir Korea Utara dan mencegah eskalasi konflik lebih lanjut.

 Skenario terburuk serangan nuklir Korea Utara dapat dimulai dengan peluncuran rudal nuklir melalui ICBM atau SLBM yang menargetkan kota-kota besar seperti Seoul, Tokyo, atau bahkan beberapa kota di Amerika Serikat. Serangan ini akan memfokuskan pada pusat-pusat pemerintahan, militer, dan wilayah berpenduduk padat untuk menimbulkan kerusakan maksimal dan memicu ketakutan global. Tanggapan global kemungkinan akan segera terjadi; negara-negara sekutu Amerika Serikat dan Korea Selatan bisa merespons dengan melancarkan serangan balasan nuklir, yang dapat diperkuat dengan intervensi NATO dan aliansi internasional lainnya untuk menekan Korea Utara dan mencegah serangan lebih lanjut. Serangan ini akan menciptakan efek domino di kawasan, mempengaruhi negara-negara tetangga seperti China dan Rusia, dan meningkatkan ketegangan geopolitik yang dapat memicu konflik berskala lebih besar hingga tingkat Perang Dunia Ketiga. Aliansi pertahanan bersama dan respons nuklir dapat menyebabkan eskalasi yang tidak terkendali, di mana satu serangan nuklir diikuti oleh serangan balasan yang semakin memperparah situasi, meningkatkan risiko perang nuklir global yang menghancurkan dan mengancam kelangsungan hidup manusia secara menyeluruh. Seluruh serangan nuklir akan menghancurkan seluruh negara terkait berupa Mutually Assured Destruction (MAD) melalui skenario Nuclear Winter.

Nuclear Winter adalah fenomena di mana perang nuklir besar-besaran menyebabkan perubahan iklim global yang drastis. Ketika debu, asap, dan partikulat dari ledakan nuklir serta kebakaran kota dan hutan menyebar ke atmosfer, sinar matahari terhalang, menyebabkan suhu permukaan bumi turun secara signifikan. Studi ilmiah menunjukkan bahwa ledakan beberapa ribu megaton dapat mengurangi cahaya matahari hingga hanya beberapa persen dari kondisi normal, dengan suhu daratan turun hingga -15 sampai -25C selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan, bahkan di musim panas (Turco et al., 1983). Pada skala ledakan yang lebih kecil, sekitar 100 megaton, sudah cukup untuk menyebabkan penggelapan atmosfer dan penurunan suhu yang parah. Dampak jangka pendek termasuk musim dingin ekstrem, gangguan pola cuaca, dan hujan asam yang menyebabkan kegagalan panen. Dalam jangka panjang, penurunan suhu berkelanjutan dapat memicu kelaparan massal dan hilangnya keanekaragaman hayati. Simulasi terburuk memperlihatkan partikel debu dan asap bisa menyelimuti bumi dalam 1-2 minggu, menyebabkan suhu ekstrem dan radiasi berbahaya, diperburuk oleh peningkatan radiasi ultraviolet akibat kerusakan ozon, mengancam kelangsungan hidup di Bumi dalam hitungan bulan hingga tahun setelah perang nuklir. Peristiwa ini nampaknya cukup untuk dikategorikan sebagai "kiamat" bagi umat manusia dan kehidupan di permukaan bumi.

Perang nuklir besar-besaran akan menyebabkan kematian massal akibat ledakan langsung dan paparan radiasi yang merusak kesehatan manusia dan hewan, meningkatkan risiko kanker, kerusakan organ, serta gangguan genetik. Fenomena Nuclear Winter akan menghancurkan pertanian global dengan menurunkan suhu, mengurangi sinar matahari, dan menyebabkan kekeringan serta hujan asam, yang pada akhirnya memicu krisis pangan dan kelaparan massal, dengan miliaran orang berisiko kelaparan dalam beberapa bulan setelah konflik. Kekacauan sosial dan politik akan merajalela karena ketidakstabilan, meningkatnya konflik antar negara atau kelompok, serta migrasi massal akibat kelangkaan sumber daya, diiringi peningkatan kriminalitas, penjarahan, dan runtuhnya tatanan sosial. Proyeksi korban jiwa mencapai jutaan hingga miliaran, dengan dampak ekonomi global yang menghancurkan, merugikan triliunan dolar, dan menghapuskan seluruh catatan sejarah umat manusia. Secara singkat, peradaban umat manusia akan berakhir melalui eskalasi dari perang nuklir ini.

Eskalasi dari perang nuklir krisis Semenanjung Korea ini dapat berdampak mirip  dengan jatuhnya asteroid ke permukaan bumi yang berdampak pada kepunahan. Dampak dari benda langit yang sangat besar dapat menutupi atmosfer dengan debu dan partikel, menghalangi sinar matahari, dan menyebabkan penurunan suhu yang signifikan (Huppert & Sparks, 2006). Berkaca dari sejarah punahnya dinosaurus sebelumnya, bukanlah tidak mungkin manusia mengalami kepunahan yang mirip dengan jatuhnya asteroid ini yang disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri dalam bentuk perang nuklir.

Mencegah kiamat nuklir merupakan prioritas utama bagi komunitas internasional. Urgensi diplomasi dan pencegahan sangat penting dalam menghadapi ancaman nuklir Korea Utara. Upaya diplomasi internasional yang intensif harus diutamakan untuk mencegah eskalasi konflik nuklir yang dapat berujung pada kehancuran global. Belajar dari insiden nuklir masa lalu, seperti Krisis Rudal Kuba dan insiden di Fukushima, kita harus memperkuat komitmen terhadap non-proliferasi senjata nuklir untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang. Dalam menghadapi ancaman ini, tindakan global yang tegas dan kolektif, termasuk pelucutan senjata nuklir dan kerja sama internasional yang lebih kuat, sangatlah krusial (Crocker et al., 2021). Meski ancaman nyata dan menakutkan, masih ada harapan untuk masa depan. Melalui usaha bersama dan komitmen internasional yang solid, kita memiliki peluang untuk mencegah kiamat nuklir dan memastikan perdamaian serta stabilitas dunia tetap terjaga.

 

Referensi:

BBC. (2019). KTT Trump-Kim di Hanoi berakhir tanpa kesepakatan, upacara penandatanganan dibatalkan. BBC News Indonesia. https://www.bbc.com/indonesia/dunia-47400070

Crocker, C., Hampson, F. O., & Aal, P. (2021). Diplomacy and the Future of World Order (pp. 1--376). Georgetown University Press.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun