Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Membaca Trah Kalampaian di Tanjung Pucuk Jambi

3 Oktober 2023   08:34 Diperbarui: 3 Oktober 2023   08:38 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buya Yahya, dua dari kiri adalah ulama Tanjung Pucuk Jambi dari trah Kalampaian. (foto dok pribadi)

Ya nabi, salam alaika, ya rasul salam alaika, ya habibi salam alaika, shalawatullah alaika.

Kalimat ini disebut dengan shalawat, mengandung doa untuk junjungan ummat, Nabi Muhammad Saw. Kalimat ini akrabnya di kalangan masyarakat Sunni.

Ya, masyarakat yang teguh dengan nilai-nilai ahlussunah waljamaah, dan lebih khusus lagi warga Syattariyah tentunya.

Di Masjid Al-Mukhlisin Tanjung Pucuk Jambi, Kecamatan VII Koto, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi, Sabtu 30 September malam, untaian kalimat itu bergema.

Dinyanyikan secara bersama, lewat komando Mashendri Malin Sulaiman, ulama yang sengaja datang dari Padang, Sumatera Barat untuk mengisi kegiatan peringatan maulid nabi malam itu.

Dan kalimat shalawat itu sendiri sudah menjadi bacaan khas, terutama pada saat suasana maulid nabi. Jadi di masjid yang terletak di pinggir jalan lintas Sumatera lama ini, peringatan maulidnya lengkap.

Disebut lengkap, lantaran ada lantunan shalawat, menandakan kecintaan ummat dan masyarakat kepada pemimpin dunia akhirat, Nabi Muhammad Saw.

Kemudian diuraikan dalam bentuk ceramah pengajian oleh Buya Malin, begitu Mashendri Malin Sulaiman akrabnya di tengah masyarakat dan jemaahnya.

Buya Malin sendiri sudah mengetahui kalau di desa itu masih kuat paham Syattariyah masyarakatnya. 

Sebagian tokoh masyarakat di situ juga jadi jemaah Buya Malin, baik dalam pengajian maupun ketika hendak melakukan ibadah umrah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun