Nahdlatul Ulama (NU) menaklukan Sumbar, tentu sebuah lompatan yang amat luar biasa.
Momen 1 Abad NU, sudah banyak kemajuan dan perkembangan organisasi yang lahir 1926 di Surabaya, Jawa Timur ini di bumi Minangkabau.
Di antara kemajuan itu, terlihat sejumlah tokoh NU di Sumbar masuk dalam struktur PBNU.
Hasil muktamar Lampung, nama Azwandi Rahman masuk dalam pengurus harian PBNU. Wakil Ketua PWNU Sumbar yang pernah jadi Ketua PKB Sumbar ini tentu sebuah lompatan besar, untuk kebesaran NU di daerah.
Meskipun di zaman dulu sudah ada juga orang Sumbar berkiprah di NU Pusat. Sebut saja Djamaluddin Malik, Asrul Sani.
Belakangan ada pula Prof Maidir Harun, dan tokoh lainnya. Produk muktamar Lampung lumayan banyak pengurus PWNU Sumbar yang masuk PBNU.
Ada pula Suleman Tanjung. Sebelumnya, di PP Ansor, Dr. Rahmat Tuanku Sulaiman pun jadi tokoh nasional, lewat Wakil Sekjen PP Ansor.
Meskipun sampai saat ini, Rahmat Tuanku Sulaiman masih Ketua PW GP Ansor Sumbar. Sebuah nomenklatur baru tentunya, sehingga seorang ketua wilayah bisa rangkap jabatan dengan pengurus harian di pusat sana.
Beberapa waktu lalu, juga masuk Ketua IPNU Padang Pariaman ke Wakil Bendahara Umum PP IPNU. Faisal Bismikal Adham.
Begitu juga di PP IPPNU, pelajar putri, juga masuk Rabiah Al-Adawiyah Arni Putri. Anak Armaidi Tanjung yang berkiprah di nasional.
Kenapa? Belakangan, NU di Sumbar memang luar biasa geliatnya. Banyak kegiatan pengkaderan.
Baik yang diadakan NU maupun oleh Banom NU. Banyak pengkaderan, otomatis melahirkan generasi penerus, anak muda progresif, yang suka berselancar di media sosial.
Dalam setiap momen pun disebut, bahwa Sumbar adalah Aswaja. Namun, dari pusat terlihat Sumbar adalah "ladangnya" Muhammadiyah.
Secara struktur, Muhammadiyah di sini sampai ke pelosok kampung. Banyak masjid dan surau berbasis Muhammadiyah.
Tapi, secara politik NU tak mau kalah dan ketinggalan. "Pokoknya, masjid dan surau yang tidak berlabel Muhammadiyah adalah kepunyaan NU," ujar pengurus NU dalam selorohnya.
Di sini, tampak sekali warga Sumbar ber-NU secara maknawi. Contoh, pesantren yang berlabel NU, sama sekali tak seberapa, tetapi pesantren dan santrinya jadi warga NU.
Ya, selain pesantren modern, bisa dikatakan tempat pengkaderan NU. Sumbar hari ini beda dengan dulu.
Banyak tokoh daerah ini yang masuk personil pengurus pusat, tentu harapan besar bagi daerah untuk bisa bangkit dan maju lagi, menyongsong abad kedua NU.
Sepertinya, NU di Sumbar tak begitu sulit untuk berkembang. Di sini masih kuat masyarakatnya bertradisi. Kegiatan keagamaan yang dibungkus dalam tradisi cukup banyak, dan itu mewarnai daerah terkait.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H