Sebagai pemerintah terendah, masa jabatan kepala desa enam tahun untuk satu periode, rasanya sudah lebih dari cukup.
Sangat tidak patut kejenuhan memimpin diubah menjadi sembilan tahun. Apalagi di tengah perkembangan yang kian kencang, masyarakat pun bertambah cerdas.
Di Sumbar, sebutan kepala desa sudah tak seberapa. Otonomi daerah, di Minangkabau memilih pemerintahan terendah itu dengan sebutan nagari.
Yang memimpin nagari disebut walinagari. Masa jabatannya pun sama dengan kepala desa, enam tahun.
Hanya sebagian kecil di kota tertentu masih memakai sistim desa. Yakni di Kita Pariaman.
Di Kota Tabuik ini, di samping kelurahan, desa pun ada pula. Di situ tidak ada nagari. Kalau pun ada, tidak mengendalikan pemerintahan.
Nagari di Kita Pariaman hanya sebutan untuk hukum ada. Pada umumnya yang memegang jabatan kepala desa atau walinagari itu, adalah orang pilihan.
Sebab, prosesi habis masa jabatan enam tahun, dilakukan pemilihan walinagari alias Pilwana.
Dalam aturan di sebagian daerah, walinagari itu boleh menduduki tiga periode berturut-turut jabatannya, sepanjang masih terpilih melalui tahapan yang berlaku.
Umum berlaku, belum setahun memimpin nagari, masyarakat kadang memperlihatkan kejenuhannya melihat tingkah dan kepemimpinan walinagari ini.