Saya belum merasakan enaknya naik kereta api dari Lubuk Alung ke Bukittinggi dan Payakumbuh. Namun, cerita orang tua-tua dulu, perjalanan sejauh itu dengan kereta cukup mengasyikan.
Jalan berliku, jembatan tinggi menembus Lembah Anai, terus tanjakan dan lobang kalam, tentu perjalan itu melahirkan kisah tersendiri.
Kisah yang tidak sama dari seluruh penumpang. Tergantung cara pandang dan cara menikmati perjalanan dengan kereta api.
Tak heran, banyak orang merindukan kembali hadirnya jalur transportasi kereta dari Padang ke Payakumbuh. Apalagi kodisi jalanan macet, yang kalau musimnya, Padang - Payakumbuh itu bisa tujuh sampai delapan jam.
Beda halnya, jika naik kereta yang tidak kenal macet. Bebas hambatan, nyaman dalam perjalanan. Sayang, jalur kereta api Padang - Payakumbuh sudah lama matinya.
Yang ada dan akti saat ini, adalah Padang - Pariaman dan Padang - Kayu Tanam, dan sebaliknya. Jalur ini terus ditingkatkan pelayanannya.
Hampir semua simpang dan jalan mobil yang dilewatinya, pakai palang pintu. Tentu ini akan mengurangi angka kecelakaan kereta api.
Memang, dalam tahapan pengerjaan dan sebenar lagi akan selesai dengan baik. Kendaraan motor yang kian banyak, begitu pula mobil, dengan sendiri sudah teratur saat kereta lewat.
Ada petugas jaga palang pintu, yang tiap waktu kereta lewat dan balik, palang pintu tertutup, dan kendaraan berhenti dan sabar menunggu kereta lewat.
Banyak mahasiswa yang menggunakan kereta untuk pulang pergi Pariaman - Padang. Selain ongkosnya murah dan terjangkau, mahasiswa UNP, Tamsis, Bung Hatta, itu stasiunnya dekat dari kampusnya.