Tuah adat itu tak lapuk kena hujan, tak lekang kena panas. Abdullah yang dulunya memegang gelar adat Bandaharo dalam kaum tiga suku; Jambak, Koto dan Panyalai di Koto Marapak Koto Tinggi harus terus berkelanjutan.
56 tahun sampai sekarang Abdullah berpulang, tentu Bandaharo tak boleh lama mengendapnya. Ahad (11/9/2022), Bandaharo dilekatkan ke Yufni Faisol.
"Kabek panguaian, kajang panaguhan", langsung diserahkan oleh kaum tiga suku lewat Datuak Sinaro ke Rangkayo Rajo Tianso, sebagai pucuak adat, sekaligus Ketua KAN Koto Tinggi, Kecamatan Enam Lingkung.
Prosesinya, Yufni Faisol yang juga Kepala KUA Kecamatan Nan Sabaris ini diarak dari Kampung Aro ke Koto Tinggi, tempat prosesi pemasangan pakaian kebesaran Bandaharo itu.
Bersamaan dengan ibu, Iqbal juga dilewakan sebagai Panungkek, M. Nur sebagai Orang Tuo, Firman sebagai Labai, yang akan mendampingi Bandaharo dalam hidup beradat dan bernagari tentunya.
Awal perundingan, Yufni Faisol masih duduk sejajar dengan "silang nan bapangka karakok nan bajujuang", dengan pakaian biasa.
Perundingan tak begitu panjang. Cukup sampai masak siriah di carano yang terletak di hadapan Rangkayo Rajo Tianso dan para niniak mamak, pangulu enam suku.
Tujuan maksud disampaikan Datuak Sinaro, setelah siriah masak dengan perundingan. Tentu siriah masak setelah diperiksa satu persatu oleh Rangkayo Rajo Tianso.
Isi carano dinilai lengkap, dan malah berlebih. Artinya, kekuatan untuk mengembalikan kebesaran Bandaharo sangat tinggi, oleh kaum tiga suku, terutama kaum Jambak.
Buktinya, kaum Jambak dari nagari lain, seperti Gadua, Balah Aie dan VII Koto Sungai Sariak tampak hadir membersamai kegiatan yang berlangsung di surau tersebut.